Di akhir pekan kali ini, aku sedang
berniat untuk berbelanja kebutuhan di rumah. Memang aku masih bujangan
dan hanya tinggal dikontrakan, tapi selagi bisa, aku lebih memilih untuk
belanja dan masak sendiri supaya lebih hemat. Aku pun mendatangi pusat
perbelanjaan yang terletak di suatu Mall di dekat rumah. Dengan
mengendarai sepeda motor ku, tidak sampai 15 menit aku sudah sampai.
Bergegas aku menuju tempat belanja berbekal kertas kecil berisikan
daftar belanja yang sudah aku siapkan dirumah.
Meski akhir pekan, tapi Mall tersebut
tidak terlalu ramai. Mungkin karena hari pun masih terbilang siang,
pukul 11. Aku yang sudah selesai berbelanja, berniat untuk bersantai
sejenak sambil berkeliling di dalam mall. Begitu aku sedang berjalan di
depan restauran jepang, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku
dan membuat ku segera menoleh. “Mas, maaf, boleh pinjam handphone
sebentar gak? Handphone aku hilang nih…” ternyata seorang wanita muda,
usia sekitar 20 tahunan dengan muka sedikit pucat dan panik.
Aku terdiam mendengar permintaan wanita
tersebut, “Jangan-jangan orang ini mau menipu…” pikirku dalam hati. Tapi
aku tidak mau berburuk sangka, ku beri pinjam saja handphoneku. Toh
hape sudah jelek, kalau diambil pun belum tentu laku dijual pikirku.
“Oh, boleh, Mbak. Ini…” Ujar ku sambil memberikan hapeku. Ku perhatikan
wanita itu, cantik sekali sebetulnya. Kulitnya yang putih dengan hidung
mancung dan mata yang tidak terlalu besar, ditambah rambut ikalnya
berwarna coklat gelap dengan panjang sebahu. Begitu cantik memesona.
Wanita tersebut mengambil hape dan langsung memencet nomer dan menelepon. Sepertinya ia berusaha menghubungi handphonenya yang hilang tersebut. Terlihat beberapa kali ia mencoba menelepon, namun sepertinya usahanya sia-sia.
Wanita tersebut mengambil hape dan langsung memencet nomer dan menelepon. Sepertinya ia berusaha menghubungi handphonenya yang hilang tersebut. Terlihat beberapa kali ia mencoba menelepon, namun sepertinya usahanya sia-sia.
“Memang terakhirnya handphoneya masih ada pas dimana, mbak?” tanya ku mencoba menenangkan wanita itu yang makin terlihat panik.
“Tadi di parkiran sih masih ada, mas. Sepertinya dicopet orang sih…” Jawabnya getir.
“Sudah coba lapor satpam?”
“Sudah, Mas. Katanya nanti diberi tahu kalau ada yang nemuin…” Jawabnya lagi dengan nada memelas.
“Tadi di parkiran sih masih ada, mas. Sepertinya dicopet orang sih…” Jawabnya getir.
“Sudah coba lapor satpam?”
“Sudah, Mas. Katanya nanti diberi tahu kalau ada yang nemuin…” Jawabnya lagi dengan nada memelas.
Ia pun putus asa dan mengembalikan
hapeku. “Ini mas, terima kasih ya Mas…” Aku hanya mengangguk sambil
memasukan hapeku ke dalam saku celana. “Duduk dulu sambil minum yuk,
Mbak. Biar tenang sedikit, mbak keliatannya panik banget. Nanti kalau
sudah tenang, kita cari bareng-bareng. Aku temenin deh.” Tawarku
padanya.
Seperti sapi yang dicocokan hidungnya,
wanita itu hanya mengangguk dan mengikutiku. Kami berdua pun mampir ke
foodcourt mall tersebut dan memesan minum. Aku pun berusaha menghibur
wanita yang ku ketahui bernama Sabrina itu. Ia masih kuliah di salah
satu universitas swasta di Jakarta Barat. Awalnya ia ke mall ini hendak
menjual hape tersebut, tapi naas nasib malah membuat hape itu hilang
sebelum sempat dijual.
Setelah ngobrol sekitar satu jam,
Sabrina pun terlihat lebih tenang. Pucat dan panik di wajahnya mulai
berkurang. Nada bicaranya pun sudah terlihat lebih santai. “Ya mungkin
emang bukan rejeki aku, mas. Terima kasih banyak ya mas udah mau nolong
pinjemin hape tadi, sampe nemenin aku minum disini. Makasih banyak ya
mas.” Ucapnya dengan tulus.
Aku mengangguk sambil tersenyum, “Udah
seharusnya saling bantu, kan?” Sabrina mengangguk. Waktu sudah
menunjukan pukul 3:30 sore. Aku pun memutuskan untuk pulang sebelum
jalanan macet karena akhir pekan.
“Sabrina, aku pamit pulang duluan ya. Sudah sore, khawatir nanti jalanan macet hehehe…” Pinta ku.
“Oh iya, mas. Kalau gitu bareng aja, aku juga mau pulang kok…” Balasnya.
“Oh iya, mas. Kalau gitu bareng aja, aku juga mau pulang kok…” Balasnya.
Kami berdua pun berjalan bersama sampai
ke parkiran. Sabrina membawa motor juga, jadi aku tidak perlu repot
menawarkan untuk mengantarnya hehehe.
“Kamu pulangnya ke mana?” tanyaku.
“Pulang sih jauh mas. Aku mau ke kosan temen aja paling di deket sini. Kalau mas pulang kemana?”
“Oh begitu, aku juga ngekos kok. Di belakang gedung itu…” Kata ku sambil menunjuk gedung perkantoran yang ada di dekat mall tersebut.
“Wah, deket dong dengan kosan temenku. Bareng aja jalannya mas kalau gitu…”
“Kamu pulangnya ke mana?” tanyaku.
“Pulang sih jauh mas. Aku mau ke kosan temen aja paling di deket sini. Kalau mas pulang kemana?”
“Oh begitu, aku juga ngekos kok. Di belakang gedung itu…” Kata ku sambil menunjuk gedung perkantoran yang ada di dekat mall tersebut.
“Wah, deket dong dengan kosan temenku. Bareng aja jalannya mas kalau gitu…”
Aku mengiyakan permintaan Sabrina. Kami pun jalan beriringan sampai ke depan kosan temannya yang berjarak 50 meter dari kosanku.
“Sudah sampai nih, aku langsung ke kosan ya, Na.” Ujarku.
“Iya mas, kosan mas yang itu kan?” tanya Sabrina sambil menunjuk kosanku.
“Iya betul, nah itu yang dilantai dua kamar paling kiri kamar aku hehehe…”
“Oke deh, mas. Nanti kalau ternyata temen aku gak ada di kosan. Aku boleh main ke kosan mas gak?”
“Boleh dong, silakan aja na.”
“Sudah sampai nih, aku langsung ke kosan ya, Na.” Ujarku.
“Iya mas, kosan mas yang itu kan?” tanya Sabrina sambil menunjuk kosanku.
“Iya betul, nah itu yang dilantai dua kamar paling kiri kamar aku hehehe…”
“Oke deh, mas. Nanti kalau ternyata temen aku gak ada di kosan. Aku boleh main ke kosan mas gak?”
“Boleh dong, silakan aja na.”
Aku pun pamit dan segera ke kosan.
Sampai di kosan segera aku rapihkan belanjaan yang tadi aku beli.
Sembari membersihkan kamar sedikit demi sedikit. Setelah itu aku mandi
untuk menghilangkan gerah dan lengket setalah berkeliling di mall dan
terkena panas saat di motor tadi.
Selesai mandi, saat hendak mengenakan
pakaian, tiba-tiba pintu kamar ku ada yang mengetuk. “Ah, barjo nih
paling. Ngapain sih?” gerutuku dalam hati, Barjo adalah teman sebelah
kamarku. Ia sering sekali datang ke kamar, apalagi bila aku baru saja
berbelanja, untuk menghabiskan persediaan makanan ringan yang aku simpan
di kamar.
“Iya, bentar.” Teriakku sambil
menghampiri pintu dan membukanya. “Apaan sih, Jo…” ucapan ku terhenti
saat ku lihat di depan pintu adalah Sabrina, bukan Barjo. “Eh kamu,
kirain temen sebelah kamar…” ucapku salah tingkah melihat Sabrina.
Sabrina hanya tersenyum, “Temen aku
ternyata gak ada mas. Aku kesini deh jadinya…” “Masuk masuk, maaf ya aku
baru banget selesai mandi nih…” ujar ku. Sedikit bingung juga karena
aku bahkan masih mengenakan handuk, belum berpakaian sama sekali.
Sabrina pun masuk ke dalam kamar dan duduk di sofa kecil yang aku letakan di pojok kamar.
Sabrina pun masuk ke dalam kamar dan duduk di sofa kecil yang aku letakan di pojok kamar.
Aku langsung membuka lemari dan mencari
pakaian. Aku tak menyadari bahwa Sabrina sudah tidak lagi duduk di sofa
tapi berdiri tepat dibelakangku. Dengan sekali gerakan, Sabrina
menyusupkan tangannya ke dalam handukku. Sontak aku kaget mendapati
penisku diremas-remas oleh wanita yang baru saja aku kenal tadi siang.
Aku langsung menoleh ke arah Sabrina, ia tersenyum nakal sekali sambil
tangannya tak mau lepas dari penisku.
“Aku ke kosan temen niatnya mau minta
ini, mas. Tapi temenku gak ada. Kalau sama mas, boleh gak?” Tanya
Sabrina dengan nada yang sangat menggoda.
Aku hanya melongo sambil mengangguk
kecil. Sabrina pun menarik handuk ku sampai semua terlepas. Ia mulai
menciumi dadaku. Bisa dibilang ini pertama kalinya aku melakukan
aktivitas seksual dimana si wanita yang memulainya dengan agresif,
sementara aku hanya berdiam diri menikmati perlakuannya. Penisku pun tak
kuasa menahan rangsangan yang diberikan oleh Sabrina, perlahan tapi
pasti penisku mulai mengeras. Sabrina menghentikan remasannya dan
melihatku dengan mata indahnya sambil perlahan menurunkan badannya. Ia
jongkok sambil memerhatikan penisku. Dikocoknya pelan, lalu dijilatnya
batang penisku dari pangkal sampai ujung.
“Uhhh, Sabrina!” Teriak ku kecil karena geli.
Sabrina memasukan kepala penisku ke
dalam mulutnya. Rasa nikmatnya kembali menjalar diseluruh badanku.
Kepala Sabrina mulai maju mundur dengan penisku yang menyumpal penuh
mulutnya. Aku diam tak bersuara, menikmati birahi yang sudah lama tak ku
rasakan. Aku hanya bisa merapihkan rambut Sabrina dan memeganginya agar
tidak mengganggu aktivitasnya yang membuatku merasa terbang seperti ke
awang-awang.
Hampir lima menit Sabrina melayani
penisku dengan mulutnya yang dihiasi bibir tipis tersebut. Aku pun
memintanya untuk berdiri, lalu menciumi bibirnya. Ciuman panas antara
kami berdua begitu bergairah. Bibir kami berpagutan, lidah kami saling
serang satu sama lain. Aku mendorong tubuh Sabrina ke arahku agar
semakin rapat. Bisa kurasakan payudaranya yang cukup besar menempel di
dadaku. Terasa desiran di seluruh tubuhku saat tubuh Sabrina begitu
dekat dengan tubuhku.
Aku coba meremas payudaranya, Sabrina
sedikit menggelinjang tanpa protes. Justru ciumannya semakin bergairah
saja. Aku pun semakin bernafsu dan bersemangat. Tanpa basa-basi, aku
angkat pakaian Sabrina, dan dengan sekali hentakan bra-nya yang berwarna
hitam itu pun terlepas. Kini dua gundukan payudara bulat yang kencang
dan indah itu dengan menantang menghadap padaku. Segera ku remas lagi ke
dua payudara tersebut sambil lidahku berusaha menyapu seluruh permukaan
kulit leher
Sabrina yang jenjang dan putih itu.
Sabrina yang jenjang dan putih itu.
“Uhhh, massssss. Hmmm, enak massss….” desis Sabrina pelan.
Tanganku yang masih belum puas meremas
payudara Sabrina berusaha untuk menurunkan celananya yang berwarna biru
tua itu. Setelah kancing celana aku buka dan kuturunkan sedikit,
selebihnya aku gunakan kakiku untuk menurunkan sepenuhnya celana
Sabrina. Terlihat celana dalamnya yang berwarna putih memiliki bercak
basah disekitar area vaginanya.
“Sudah nafsu sekali sepertinya wanita ini…” Gumamku dalam hati.
Kali ini bagian ku. Aku menurunkan
tubuhku dan bertumpu pada lututku. Ku ciumi paha Sabrina yang jenjang
dan sangat mulus itu sambil tanganku meremas pantatnya yang cukup keras
itu. Sabrina menggelinjang dengan desisan pelan sambil meremas kepala
dan rambutku. Aku turunkan celana dalam Sabrina. Terlihat vaginanya yang
merah merekah tanpa sehelai bulu kemaluan. Begitu basah, namun harum
yang membuatku tak sabar untuk menikmatinya.
Ku geserkan sedikit kaki Sabrina agar
bibir dan lidahku mudah menjangkau vaginanya tersebut. Sabrina hanya
menurut. Ku usapkan lidahku di bibir vaginanya yang tebal itu. “Aahhh
mas!” Teriak Sabrina. Ku mainkan terus lidahku di klitorisnya yang sudah
membesar tersebut. Ku rasakan tubuh Sabrina bergetar. Mungkin karena
memang berdiri tanpa sandaran, dan perlakuanku padanya membuat kaki
kakinya menjadi semakin lemas dan bergetar seiring nikmat yang ia
dapatkan di vaginanya dari lidahku. Sesekali kususupkan kedua jariku ke
dalam vaginanya. Erangannya pun semakin menjadi, ditambah tangan ku yang
satu lagi tak henti hentinya meremas pantatnya yang begitu seksi.
“Mas… Aku mau keluar, Mas…. Uhhhhh….” Desis Sabrina sambil meremas rambutku makin kencang.
Tidak lama berselang, Sabrina pun
mencapai orgasmenya yang pertama dengan ku. “Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh,
massssssssssss…… Aku keluarrrrr masss uoooohhh….!” Teriaknya. Sabrina
menikmati orgasmenya yang pertama dengan tubuh sedikit menunduk dan
tangannya bertumpu di kedua pundakku. Aku hanya melihat ekspresi mukanya
yang terlihat begitu menikmati permainanku dan mulut yang sedikit
terbuka dan mata yang tertutup rapat.
“Hoooh, hoooooh…” Erang Sabrina. “Enak
banget, Mas… Aku pertama kali loh keluar lagi berdiri gini, sumpah lemes
abis….” Kata Sabrina.
Aku tersenyum sambil berdiri dengan tangan ku yang masih mengelus elus vagina Sabrina.
“Baru pakai lidah sama jari aja udah
lemes, gimana kalau pakai ini?” Tanyaku pada Sabrina sambil menarik
tangannya dan meletakannya di penisku yang masih menegang dari tadi.
Sabrina lalu membuka matanya dan kembali melihatku dengan tatapan nakalnya. Tangannya mengocok pelan penisku.
“Hmm, ga tau sih. Gimana kalau dicoba aja langsung?” pinta Sabrina nakal.
Aku mengangguk pelan sambil tanganku
mencoba membuka laci lemari yang ada di belakangku dari tadi. Ku cari
kondom yang masih kusimpan dengan baik dari pertemuanku dengan Niken
sebelumnya. Kondom berwarna merah yang tipis ini sepertinya akan menjadi
andalanku untuk setiap pergulatan dengan wanita-wanita yang haus birahi
seperti Niken dan Sabrina ini.
“Tipis banget, gak takut bocor mas kondomnya?” Tanya Sabrina dengan bingung, tapi tangannya tetap meremas penisku.
“Gak kok, malah enak kan kalo tipis, jadi gak berasa lagi pake…” Jelasku sambil memasangkan kondom ke penisku.
Sabrina hanya mengangguk sambil menciumi
dadaku. Setelah kondom terpasang, aku membalik tubuh Sabrina agar
memunggungiku dan mendorong tubuhnya. Posisi doggy style sambil berdiri
bisa dibilang posisi kesukaanku. Sabrina pun sepertinya mengerti apa
yang aku inginkan. Ia menungging sambil tangannya bertumpu ke meja yang
ada tepat di depannya. Ku ludahi sedikit tanganku dan ku usapkan di
vagina Sabrina. Tanganku yang satu mengarahkan penisku agar bisa semakin
mudah menerobos masuk vagina Sabrina yang terlihat begitu nikmat. Ku
masukan kepala penisku sedikit demi sedikit ke dalam vagina Sabrina.
Dari kaca yang ada di meja, aku bisa melihat wajah Sabrina yang penuh
nafsu dan birahi, menikmati setiap senti penis ku yang masuk ke dalam
lubang kewanitaannya. Sabrina melenguh pelan saat penisku pun sudah
masuk seluruhnya ke dalam vaginanya yang kesat itu.
“Masss, nikmat masss… Genjot terus massss….”
Aku pun menggenjot perlahan vagina
Sabrina. Aku ingin penisku bisa merasakan tiap permukaan di dalam vagina
Sabrina yang hangat itu.
Saat pinggulku sibuk menggenjot,
tanganku menepuk keras dan meremas pantat Sabrina bergantian. Posisi
menunggangi kuda yang liar yang pernah aku lakukan sepertinya. Dari kaca
di meja juga aku bisa melihat payudara Sabrina yang menggantung dan
bergoyang seirima dengan genjotanku di vaginanya. Pemandangan yang
sungguh membuat ku ingin terus merasakannya dalam waktu yang sangat
lama. Kami bertahan hampir sepuluh menit dengan posisi itu sampai
akhirnya aku merasakan dorongan dari dalam penisku yang mendobrak ingin
keluar dengan cepat.
“Aku mau keluar nih, Na…” Lenguhku pelan.
“Keluarin di mulut aku dong, Masss…” Pinta Sabrina.
“Keluarin di mulut aku dong, Masss…” Pinta Sabrina.
Segera ku cabut penis dan kondom yang
masih terpasang rapih, Sabrina langsung mengambil posisi berjongkok di
depan ku dan membuka mulutnya lebar. Ku kocok cepat penisku sampai
dorongan yang ada tidak bisa lagi ku tahan.
“Aku keluarrrrrr” crot crot crot, begitu
banyak sperma yang menyemprot keluar dari dalam penisku dan memenuhi
wajah Sabrina. Sperma putih kental seperti susu itu menutupi mata,
hidung dan pipi Sabrina. Beberapa juga masuk langsung ke dalam mulutnya
dan ditelan cepat sampai habis.
Sabrina memasukan penisku ke dalam
mulutnya dan membersihkannya dengan lidah, dihisapnya sampai habis
seluruh sperma yang tersisa di kepala penisku. Setelah itu baru ia
mengusap sperma yang ada di wajahnya dengan tangan lalu memasukan sperma
tersebut ke dalam mulutnya. Benar-benar haus sperma wanita ini,
pikirku. Sabrina tersenyum sambil tertawa kecil saat menikmati spermaku.
“Enak sekali mas, suka deh sama sperma kamu…” ucap Sabrina manja sambil mengusap usap penisku yang masih tegang.
“Sebentar ya, Mas…” Sabrina berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
“Sebentar ya, Mas…” Sabrina berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Aku mengiyakan lalu menuju tempat tidur.
Pergulatan dengan posisi berdiri lebih membuat letih ternyata. Dan aku
pun masih belum habis pikir bisa menikmati tubuh Sabrina. Sabrina pun
keluar dari kamar mandi masih tanpa busana. Ia tersenyum melihatku yang
sudah berbaring di kasur dan menghampiriku, ia pun berbaring di
sampingku.
“Capek, ya?” Tanya Sabrina sambil mengecup pipiku.
“Yah, lumayan deh. Pegel juga berdiri, hahhaa.”
“Yah, lumayan deh. Pegel juga berdiri, hahhaa.”
Sabrina tertawa mendengar penjelasanku
dan memelukku kemudian. Kepalanya disandarkan di atas dadaku. Sungguh
posisi yang romantis dan membahagiakan setelah bercinta.
“Ngomong-ngomong, pacar kamu pasti marah sekali ya mas kalau tau kita begini…”
“Hah? Aku gak punya pacar kok, Na. Mungkin pacar kamu yang tinggal dikosan sebelah…”
“Dia sih bukan pacarku mas, emang TTM aja, ketemu kalau ada maunya aja hehehe…”
“Oh gitu, wah enak dong. Aku juga mau kalau jadi TTM kamu…”
“Yang bener mas? Asik!” Sabrina terlihat senang sekali mendengar pengakuanku yang ingin menjadi TTMnya.
“Ngomong-ngomong, pacar kamu pasti marah sekali ya mas kalau tau kita begini…”
“Hah? Aku gak punya pacar kok, Na. Mungkin pacar kamu yang tinggal dikosan sebelah…”
“Dia sih bukan pacarku mas, emang TTM aja, ketemu kalau ada maunya aja hehehe…”
“Oh gitu, wah enak dong. Aku juga mau kalau jadi TTM kamu…”
“Yang bener mas? Asik!” Sabrina terlihat senang sekali mendengar pengakuanku yang ingin menjadi TTMnya.
Sabrina kembali mengelus elus penisku yang sudah lemas. Sepertinya nafsu birahinya kembali meninggi.
“Mau lagi ya?” tanya ku.
“He’eh.” Jawab Sabrina mengangguk sambil tersenyum manja melihatku. “Kondom yang tadi masih ada gak?” Tanyanya.
“Ada tuh di laci, ambil deh…” Perintahku.
“Mau lagi ya?” tanya ku.
“He’eh.” Jawab Sabrina mengangguk sambil tersenyum manja melihatku. “Kondom yang tadi masih ada gak?” Tanyanya.
“Ada tuh di laci, ambil deh…” Perintahku.
Sabrina langsung beranjak ke lemari dan
mencari kondom tersebut di lemari. Bukan hanya takut bila sampai hamil,
tapi aku tetap berusaha untuk menggunakan kondom setiap berhubungan
badan untuk menghindari penyakit. Sabrina pun membawa beberapa kondom
yang aku simpan di laci. Diletakannya disamping bantal di sebelah ku.
“Tapi belum tegang nih, gak bisa dipakein dong…” kata Sabrina melihat penisku yang masih lemas.
“Iya sih, mungkin kalau diciumin sama kamu, dia bakal bangun lagi…” Pintaku nakal.
“Tapi belum tegang nih, gak bisa dipakein dong…” kata Sabrina melihat penisku yang masih lemas.
“Iya sih, mungkin kalau diciumin sama kamu, dia bakal bangun lagi…” Pintaku nakal.
Sabrina mengerti mauku. Ia tersenyum dan
merapihkan rambutnya lalu menuju penisku yang masih lemas itu. Dengan
sekali tangkap, penisku sudah masuk seluruhnya ke mulut Sabrina. Ia
kembali menjilat batang penisku, menghisap penisku kuat kuat dan
menjilati bagian buah zakarku. Begitu nikmat, atau sangat nikmat
sepertinya. Permainan lidah Sabrina sukses membuat penisku kembali
berdiri. Ku ambil satu kondom yang ada di sampingku dan membuka
bungkusnya. Ku berikan kepada Sabrina untuk dipasangkan.
Setelah terpasang kembali dengan rapih.
Sabrina lantas bangun dan mencoba duduk di atasku. Dipegangnya penisku
dan diarahkannya ke dalam vaginanya yang masih basah sepertinya. Sekali
hentakan kencang, vagina Sabrina pun terisi penuh oleh penisku yang
sudah keras dan membesar itu. Sabrina membuka lebar mulutnya merasakan
desakan kuat dari penisku yang ingin menjelajahi vaginanya lebih dalam.
“Hoooooh, kontolmu nikmat sekali rasanya mas! Aku sukaaaaaa!” teriak Sabrina.
Aku tidak menyauti perkatannya, tanganku
sudah sibuk meremas kedua payudaranya yang bergantung indah di dadanya.
Terasa begitu nikmat kempotan vagina Sabrina di penisku. Sungguh nikmat
yang tiada tara, mungkin vagina Sabrina ini lebih nikmat dari vagina
Niken.
“Uhhh, masss, nikmatttt masssssss,
entoti aku terus masssss…” racau Sabrina sambil memainkan rambutnya.
Terlihat begitu sensual nan erotis. Nafsuku pun semakin bangkit dan tak
tertahankan.
Ku tarik Sabrina dan ku putar posisiku agar aku yang diatasnya tanpa melepaskan penisku yang masih tertanam di dalam vaginanya.
“Genjot mas, nikmati aku massss. Nikmattttttt….” seru Sabrina
Aku genjot kembali vagina Sabrina dengan
liar dan cepat. Ku hantamkan penisku berkali kali keluar masuk
vaginanya yang semakin merekah dan basah.
“Uhhh, aku mau keluar nih masssss…” Desis Sabrina.
“Sabar sayang, aku juga, sebentar lagiii…” Kata ku berbisik di telinga Sabrina. Lalu ku kecup leher dan kujilati lehernya sambil pinggulku masih sibuk menggenjot Sabrina.
“Arrrgggghh, masssss arrrrrrggghhhhh..” Desah Sabrina mendapati vaginanya yang begitu nikmat dimasuki penisku dan sapuan lidahku di lehernya yang menambah rasa geli namun nikmat itu.
“Massssss, gak tahan masss, aku mau keluar masssss…..” Pinta Sabrina memelas.
“Aku juga sayangggg…” Ku percepat genjotan penisku dan ku fokuskan nikmat dipenisku agar ku bisa cepat keluar untuk mengimbangi permainan Sabrina.
“Aaaaahhh masss! Aku keluarrrrrr arrrggggghhhhhhhhh….” Erang Sabrina kencang.
“Aku jugaa sayanggggg arrrggggggghhh!!!” Crot crot crot, tersemburlah sperma ku untuk yang kedua kalinya. Kali ini di dalam vagina Sabrina meski tertahan kondom tipis itu.
“AAAAAAAAAAAAAHHHHHH NIKMAT MASSS!!” Sabrina menarik dan memelukku. Ku rasakan tangannya sedikit mencakar punggungku, mungkin ia tak bisa menahan nikmat yang ia rasakan.
“Uhhh, aku mau keluar nih masssss…” Desis Sabrina.
“Sabar sayang, aku juga, sebentar lagiii…” Kata ku berbisik di telinga Sabrina. Lalu ku kecup leher dan kujilati lehernya sambil pinggulku masih sibuk menggenjot Sabrina.
“Arrrgggghh, masssss arrrrrrggghhhhh..” Desah Sabrina mendapati vaginanya yang begitu nikmat dimasuki penisku dan sapuan lidahku di lehernya yang menambah rasa geli namun nikmat itu.
“Massssss, gak tahan masss, aku mau keluar masssss…..” Pinta Sabrina memelas.
“Aku juga sayangggg…” Ku percepat genjotan penisku dan ku fokuskan nikmat dipenisku agar ku bisa cepat keluar untuk mengimbangi permainan Sabrina.
“Aaaaahhh masss! Aku keluarrrrrr arrrggggghhhhhhhhh….” Erang Sabrina kencang.
“Aku jugaa sayanggggg arrrggggggghhh!!!” Crot crot crot, tersemburlah sperma ku untuk yang kedua kalinya. Kali ini di dalam vagina Sabrina meski tertahan kondom tipis itu.
“AAAAAAAAAAAAAHHHHHH NIKMAT MASSS!!” Sabrina menarik dan memelukku. Ku rasakan tangannya sedikit mencakar punggungku, mungkin ia tak bisa menahan nikmat yang ia rasakan.
Aku pun terkulai lemas di samping
Sabrina. Penisku langsung lemas setelah orgasme yang kedua ini. Sabrina
pun terlihat lemas berkeringat dan nafasnya begitu tersengal berat.
Sejak saat itu, aku dan Sabrina resmi
berhubungan meski sekedar TTM. Sabrina meninggalkan TTMnya yang tinggal
di dekat kosanku dan lebih memilih untuk selalu bersama ku. Sabrina yang
cantik ini selalu sanggup memuaskan hasrat seksualku kapanpun aku mau.
0 comments:
Post a Comment