Sundul99.com | agen poker, domino 99 & bandar q terpercaya
aa

Thursday, January 7, 2016

Hubungan Sex Sedarah Adik dan Mamaku

Aku mempunyai kebiasaan sex yang luar biasa. Tidak kupandangi siapa lawan sex diriku baik itu tetangga ataupun teman dekat termasuk saudara dan ibuku sendiri juga pernah menjadi pemuas nafsu birahiku. Beginilah cerita tentang hubungan sex dengan adikku yang cantik serta ibuku yang nakal dan genit yang selama ini sering menjadi pemuasku.
Kuliah adalah tempat seseorang untuk menuntaskan cita-citanya. Dan juga mungkin tempat di mana kita akan mengenal sebuah dunia baru. Dunia ini begitu luas, sampai-sampai kita tak sadar bahwa dunia itu sedikit demi sedikit mempengaruhi kita. Kita tak heran banyak orang-orang yang pergi kuliah pulang ke kampung halamannya sudah berubah drastis. Dari mereka yang sifatnya lugu menjadi sok gaul, dari mereka yang sifatnya jelek bisa jadi pulang menjadi orang yang alim banget. Inilah yang terjadi padaku, sebuah pengalaman yang entah aku harus menyebutnya apa. Namaku Gun, sebut saja begitu. Seorang mahasiswa fakultas Tehnik di kampus X, salah satu PTS terkenal di kota Y.
Ada perasaan kangen sebenarnya sama kampung halaman. Dan perasaan itu pun masih ada sampai sekarang, maklum karena kesibukanku, aku pulang hanya setahun sekali. Selain mengikuti organisasi kampus dan banyak ekstrakulikuler, aku juga dihadapkan pada jadwal perkuliahan yang padat. Namun pada semester kelima ini, aku mau mengambil cuti untuk beberapa waktu. Kabar tak enak datang dari kampung halaman. Baru saja keluargaku di kampung halaman mendapatkan musibah, sebuah kecelakaan. Ayah meninggal dan ibuku mengalami koma. Sedangkan adikku baik-baik saja. Mulai dari sinilah kehidupanku berubah.
Ayah yang satu-satunya orang yang membiayai kuliahku pergi. Sehingga dari sini, aku harus membanting tulang sendirian, untuk ibuku, adikku dan diriku sendiri. Akhirnya kuliah ini aku tunda dulu. Aku mengajukan cuti satu semester. Waktu cuti itu aku manfaatkan untuk membanting tulang. Aku tak bisa mengandalkan dari warisan ayahku. Sebab kalau aku mengandalkannya, aku tak bisa membiayai semua keperluan kami. Dan syukurlah aku diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta, walaupun berbekal kemampuanku di bidang analisis data, aku mendapatkan gaji yang cukup.
Ibuku adalah seorang wanita yang sangat cantik sebenarnya. Usianya baru 38 tahun. Ia menikah muda dengan ayahku. Dan sampai sekarang ia tetap bisa menjaga kemolekan tubuhnya. Pernah sih waktu masih remaja aku beronani membayangkan ibuku sendiri. Tapi hal itupun tak berlangsung lama, hanya beberapa saat saja. Dan adikku masih sekolah SMP, namanya Dina. Seorang gadis periang, cantik dan imut. Banyak cowok2 yang tergila-gila pada adikku itu. Dan paling tidak ada salah satu teman cowoknya yang pedekate ama dia, tapi yaaa…masih takut-takut.

Dua minggu setelah kecelakaan itu, ibuku sadar dari komanya. Mulanya ia tak ingat apa-apa, namun setelah tiga hari berada di rumah, ia pun ingat. Tapi karena kondisinya yang masih lemah, ia pun tak bisa berbuat banyak. Aku dan Dina gantian menjaganya. Sebagai anak laki-laki satu-satunya beliau benar-benar menyayangiku. Katanya ia mengingatkanku pada ayah. Aku tahu ia sangat shock dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Aku dan Dina terus berusaha menghiburnya, sampai ia benar-benar sehat.
Hari itu seperti hari-hari sebelumnya, tapi sedikit istimewa, karena teman-teman kuliahku mau mengunjungiku. Ketika pulang kerja, kami sempatkan sejenak untuk berkumpul. Mereka semua ikut berbela sungkawa terhadap keadaanku sekarang. Tapi selain itu mereka mencoba menghiburku, ada-ada saja ulah mereka, yaitu memberiku kaset bokep, dan majalah2 hardcore. Kata mereka, “Ini buat menghibur loe sobat, biar nggak berduka terus”. Sialan. Tapi nggak apa-apalah, soalnya juga sudah lama aku nggak nonton yang begituan. Namun ternyata inilah sumber dari kejadian selanjutnya.
Aku pulang dan aku lihat adikku sedang belajar di kamarnya. Ibuku sudah bisa sedikit berjalan, walau masih berpegangan pada apapun yang ada di dekatnya.
“Kau sudah pulang Gun?”, tanyanya.
“Iya bu”, kataku.
“Kalau mau makan, di meja makan tadi adikmu beli sesuatu”, kata ibuku.
“iya”, kataku singkat.
Singkatnya aku mandi dan mengurung diri di kamar. Aku pun mulai menonton bokep dan majalah-majalah hardcore. Mulanya sih agak aneh aja aku melakukan hal ini, tapi rupanya sedikit bisa menghiburku. Jam menunjukkan pukul sebelas malam, aku tak sadar kalau sudah lama aku berada di dalam kamar mengocok sendiri punyaku dan menontoni tubuh para wanita itu. Aku keluar kamar dengan maksud hati untuk makan apa pun yang ada di meja makan.
Ketika keluar dari kamar, aku melewati kamar ibuku. Astaga, apa yang aku lihat itu? Ibuku yang memakai daster itu tampak tersingkap dasternya, sehingga aku bisa melihat CD-nya. Memang badannya masih mulus. Aku mulai berpikiran jorok, ini pasti akibat barusan aku nonton bokep. Wajahnya masih cantik, dan aku bisa melihat wajahnya yang polos ketika tidur. Aku berdiri di pintu kamarnya, memang pintunya sengaja di buka agar sewaktu-waktu kalau ia memanggilku aku bisa dengar. Entah setan mana yang menguasaiku, akupun mengocok punyaku sambil membayangkan beliau membelai punyaku. Aku kocok pelan-pelan. “Ohh….Mega..”, aku panggil nama ibuku berbisik. Aku terus mengocok, makin lama makin cepat, dan maniku muncrat…CROOT….CROTT…, banyak banget sampai mengotori lantai, buru-buru aku bersihkan dengan kain pel yang ada di sebelah pintu. Entah kenapa aku mulai berpikiran seperti itu. Namun rencana jelekku nggak sampai di situ saja.
Esoknya, aku libur, sebab hari ini adalah hari sabtu. Kantorku sabtu dan minggu libur. Dina sudah pergi ke sekolah. Aku bangun agak kesiangan. Mungkin kelelahan karena peristiwa kemDina. Aku pun entah dari mana punya pikiran yang aneh-aneh lagi. Aku berniat memandikan ibuku, aku ingin melihat tubuhnya yang utuh. Aku pun ke kamar ibuku, ia sudah bangun dan sedang bersiap mandi.
“Ibu, ibu mau mandi?”, tanyaku.
“Iya Gun”, katanya.
“Boleh Gun, mandiin ibu?”, tanyaku.
“Nggak usah Gun, ibu sudah bisa sendiri koq”, jawabnya.
“Nggak apa-apa bu, kondisi ibu masih belum pulih benar”, kataku merayu.
Tak punya pikiran lainnya, ibuku pun menjawab, “Baiklah”.
Akupun mengantarnya ke kamar mandi. Inilah saatnya pikirku. Aku melihatnya melepas daster, BH dan CD-nya satu per satu. Tampaklah dua buah toket yang masih mancung dan miss-v yang aku ingin lihat dari dulu. Aku hanya terbengong, dan tak terasa tongkolku sudah tengah. Darah mengalir cepat ke ubun-ubunku.
“Kenapa Gun?”, tanya ibu.
“Ah..nggak apa-apa “, jawabku.
“Bajunya dilepas dong Gun, nanti basah”, kata ibuku. “Kamu belum mandi juga kan?”
“I…iya”,kataku.
Aku pun melepas pakaianku. Ibuku agak terkejut melihat punyaku yang tegang. Lalu dia duduk di pinggir bak mandi. Seakan mengerti, akupun mengambil gayung dan menyiramkan ke tubuhnya. Ia membasuh mukanya, ia ganti mengambil gayung dan menyiramkannya ke tubuhku. Kami benar-benar saling menggayung. Tibalah saat menyabun. Aku mengambil sabun cair. Kusabuni punggungnya. Busanya melimpah, lalu dari belakang aku menyusuri pundak, hingga ke depan, aku agak takut menyentuh dadanya. Takut kalau dia marah. Tapi ternyata tidak. Akupun sedikit membelai toketnya, dan agak meremas. Kami diam, dan hanya bahasa tubuh saja yang saling berucap. Ku basuh dari dadanya, hingga ke perut. Ketika mau menuju miss-v, ibuku menahan.
“Jangan pakai sabun ini, tidak baik untuk kewanitaan”, katanya. “Bersihkan dulu tubuh ibu”.
Aku pun menurut, aku guyang ia pakai air. Sabun yang ada di tubuhnya hilang, lalu ia mengambil pembersih khusus kewanitaan. Lalu menyerahkannya kepadaku. Aku mengerti lalu mulai menyabun tempat itu pakai sabun tersebut. Mulanya aku hanya sekedar menggosok, tapi lama-lama aku sedikit menyentuh kelentitnya, ibuku memejamkan mata sejenak. Sepertinya ia keenakan, aku teruskan, namun aku tak berani lama-lama. Ia agak tersentak ketika aku menyudahinya. Ia menghirup nafas agak dalam, sepertinya ia sedikit horni.
Aku mengguyang air di daerah kewanitaannya. Bersihlah sudah sekarang. Lalu giliranku. Aku disabun oleh ibuku. Mula-mula punggung, dadaku yang bidang, lalu perut, dan sampai di tongkolku yang tegang. Ia mengurut tongkolku sesaat, lalu menggosok buah pelirku, sepertinya ia tahu bagian-bagian itu. Enak sekali sentuhan ibuku.
“E…bu…boleh Gun minta sesuatu?”, tanyaku.
“Apa itu?”
“Gun kan sudah dewasa, dan mengerti soal beginian. Kalau boleh aku ingin ibu mengocok punya Gun sebentar bu”, aku mengatakan hal yang aneh-aneh. Yang memang tak perkikirkan sebelumnya.
Ibuku terdiam.
“Maaf bu, aku tak bermaksud demikian, hanya saja, aku sebagai laki-laki normal siapa saja, pasti akan merasakan hal seperti ini”, kataku.
“Iya, ibu faham, anak ibu sudah dewasa”, katanya.
Tangannya yang lembut itu pun akhirnya mengocok punyaku, membelainya. Oh…apa ini? Aku serasa melayang. Ia benar-benar mengocok tongkolku yang sudah tegang. Peristiwa itu sangat erotis sekali. CLUK….CLUK…CLUK…bunyi tongkolku yang dikocok berpadu dengan air sabun. Busanya sangat banyak, aku ingin sekali meremas toket ibuku.
“Bu, boleh Gun meremas dada ibu?”, tanyaku. “Gun sangat terangsang sekali”.
“Maafkan ibu nak, seharusnya tidak begini. Gun tak boleh macam-macam sama ibu, ibu sakit Gun”, kata ibu.
“Kalau ibu tidak mengijinkan juga tidak apa-apa, tapi Gun tidak tahan lagi”, kataku.
Aku pun mencengkram pundak ibuku, pertanda mau orgasme. Ibuku tahu hal itu, dan ia mengocok tongkolku dengan cepat, CROOT…..CROOT…..CROT….sperma muncrat ke wajahnya, dadanya, dan perutnya. Banyak sekali. Sebagian membeler di jemarinya.
“Sudah Gun?”, tanya ibu.
“I…iya…”, kataku lemas.
Ibuku lalu membersihkan spermaku yang ada di tubuhnya dengan membasuhnya dengan air.
“Jangan bilang ini sama Dina ya”, katanya. “Atau orang lain.”
Kami segera keluar dari kamar mandi. Entah apa yang aku lakukan barusan. Tapi aku sangat menikmatinya. Ibuku dan aku hanya memakai handuk saja. Aku membawanya sampai ke kamar. Di kamar aku masih horny, dengan posisi ibuku yang sekarang hanya pakai handuk saja, membuatku makin terangsang.
Aku tak kuasa menahan godaan ini. Setelah ibuku aku dudukkan. Aku duduk di sebelahnya.
“Bu, maaf kalau tadi Gun lancang di kamar mandi”, kataku.
“Tak apa-apa Gun, laki-laki normal pun pasti demikian, bahkan bisa lebih”, kata ibuku.
“Bu, apakah boleh Gun lihat lagi dada ibu?”, tanyaku.
“Buat apa Gun?”, tanyanya. “Ibu masih sakit Gun”.
“Sebentar saja bu, boleh ya?”, tanyaku.
“Baiklah”, katanya.
Ia membuka handuknya, tampaklah dua buah bukit kembar yang aku inginkan. Aku memegang putingnya, entah kenapa tiba-tiba aku menyusu di sana.
“Oh…Gun…jangan Gun….ahkk”, ibuku tampak tak melawan walaupun aku menghisap susunya. Mengunyah putingnya, menggigit dan meremas keduanya. Tak terasa, ia sudah berbaring tanpa sehelai benang pun. Aku pun menciumi perutnya, hingga ke miss-v-nya. Miss-v-nya yang keset membuatku makin bergairah. Ibuku terus meronta jangan dan jangan. Aku tak peduli, nafsu sudah di ubun-ubun. Ibuku tampak terangsang dengan perlakukanku itu. Ia pun secara tak sengaja membuka pahanya, tongkolku sudah siap, dan aku sudah ada di atas ibuku. Kedua bibir kemaluan bertemu. Ibuku tampak meneteskan air mata.
“Maaf, bu, tapi Gun tak kuasa menahan ini”, kataku lagi.
Penisku kugesek-gesekkan di bibir miss-v-nya. Agak geli dan enak. Ini adalah aku melepaskan keperjakaanku kepada ibuku sendiri. Aku senggol-senggol klitorisnya, ibuku memejamkan mata, ia menggelinjang, setiap kali kepala penisku menyentuhnya. Lalu akupun memasukkannya. Miss-v-nya sudah basah sekali. Tak perlu tenaga banyak untuk bisa masuk. SLEEB!! Sensasinya luar biasa. Aku tak peduli ia ibuku atau bukan sekarang. Aku sudah menggenjotnya naik turun. Pinggulku aku gerakkan maju mundur dengan ritme sedang. Kurasakan sensai miss-v ibuku yang masih seret menjepit tongkolku yang panjang dan besar itu. Aku usahakan ibuku juga merasakan sensasi ini. Aku angkat bokongnya, aku remas. Kakinya mulai kejang dan menjepit pinggangku.
“Ohh….Ahh…terus Gun…cepat selesaikan, cepat Gun….”, kata ibuku. Ia mencengkram sprei tempat tidur. Ia menggigit bibirnya. Wajahnya yang cantik dan bibirnya yang seksi membuatku terangsang. Dadanya naik turun, oh…seksi sekali.
“Mega, tubuhmu nikmat Mega…ahh….aku ingin ngent*t terus denganmu, aku ingin keluar Mega…OOHH…Ahhhh”, aku percepat goyanganku. Ibuku pun sepertinya mau keluar, ia bangkit dengan bertumpu kepada kedua tangannya, pertanda orgasme. Aku juga keluar. Spermaku muncrat di dalam rahimnya, aku tekan kuat-kuat. Akhirnya fantasiku untuk ngent*t dengan ibuku sendiri kesampaian. Aku benamkan dalam-dalam penisku, sampai spermaku benar-benar tak keluar lagi. Ibuku lemas. Ia masih beralaskan handuk bekas mandi. Aku perlahan mencabut penisku. PLOP..!! suaranya ketika aku cabut.
“Maafkan aku bu, tapi enak sekali”, kataku.
Aku berbaring di samping ibuku. Ibuku memukulkan tangannya ke dadaku. “Kamu bajingan!!” Ibuku lalu menangis. Ia membelakangiku, sambil memeluk dirinya sendiri.
Butuh waktu lama untuk dirinya bisa diam. Sampai kurang lebih 30 menit kemudian, nafsuku bangkit lagi, karena masih melihatnya telanjang. Aku mempersiapkan penisku yang tegang lagi. Kali ini bukan fantasi, inilah yang aku rasakan. Aku mendekatkan penisku ke pantatnya, aku sentuh pinggulnya, lalu aku masukkan penisku ke vaginanya. Nggak perlu susah-susah dan Bless….”Aah…Gun, kamu mau apa lagi? Tidak cukupkah kamu menyiksa ibu?”
“Gun, tak tahan nih bu, Gun jugakan masih perjaka”, kataku. Posisiku kini dari samping. Dan aku keluar masukkan penisku. Pantatnya dan perutku beradu. Sensasinya luar biasa. Pantatnya benar-benar seksi, semok dan menggiurkan. Aku tak butuh waktu lama untuk bisa ejakulasi lagi di dalam rahimnya. Dan ketika puncak itu aku memeluk ibuku.
Sensasinya aneh memang, tapi nikmat sekali. Setelah itu aku benar-benar memohon maaf.
“Maafkan Gun bu, maafkan Gun”, kataku.
Lalu ibuku menyuruhku untuk keluar kamar. Aku pun keluar. Aku kembali ke kamarku dan memikirkan apa yang terjadi barusan. Aku sudah menjadi anak durhaka.
Foto diatas adalah ilustrasi Dina yaitu adikku yang cantik dengan memeknya yang seksi itu. Saat Dina pulang, ibuku bertingkah seperti biasa. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tapi tatapan kami mempunyai arti. Antara malu, takut dan senang aku bingung.
Esoknya, hari minggu. Ibuku tampak agak senang. Kesehatannya sedikit pulih. Ia bisa berjalan normal. Ia seolah melupakan kejadian kemarin. Apakah mungkin gara-gara apa yang aku lakukan kemarin? Bisa jadi. Tak perlu waktu lama memang untuk bisa mencerahkan wajahnya lagi. Ia sudah senang dengan perkembangan kesehatannya.
Malamnya, ibuku ingin tidur di kamarku. Entah kenapa ia ingin begitu. Dan aku pun mengiyakannya. Pukul 12 malam. Ketika Dina sudah tidur. Dan aku berada di samping ibuku. Kami seranjang. Aku tahu bisa saja saat itu aku sudah bercinta dengannya, tapi ada sesuatu yang membuat kami tidak melakukannya.
“Sepertinya kesehatan ibu mulai pulih akibat itu Gun”, katanya.
“Tapi inikan baru satu hari bu, dan Gun sangat menyesal melakukannya kemarin”, kataku.
Ibu bangkit, lalu ia menurunkan celana pendekku. Tanpa babibu, ia sudah mengulum penisku. Aku kaget mendapatkan sensasi itu. Tidak ada wajah jaim, tidak ada rasa penyesalan seperti kemarin. Ia sudah mengulum penisku, seorang Blow Jober pro. Ia mengocok, mengulum, menjilat. Dengan ganas ia lumat tongkolku dengan mulutnya yang seksi itu. Ia juga gesek-gesekkan ujung penisku ke putingnya, lalu ia jepit dengan dadanya. Akupun tak menyia-nyiakan ini, aku segera melepas bajuku, lalu bajunya. Kami sudah telanjang, dan ia masih mengoralku. Aku berbaring dengan menikmati sensasi yang sedikit aneh, tapi nikmat. Oh tidak, rasanya aku mau keluar….sedotannya benar-benar mantap. Aku tak kuasa lagi dan…aahh..benar…CROT…CROT…CROT…spermaku tak sebanyak kemarin pagi. Tapi cukup untuk memenuhi isi mulutnya. Ia menyedot spermaku sampai habis.
“Nih lihat”, kata ibuku sambil membuka sedikit mulutnya. Aku bisa lihat lidahnya yang terbungkus cairan putih spermaku.
“Ibu hebat”, kataku.
“Ibu masih belum puas”, katanya. Ia lalu menelan spermaku bulat-bulat.”Ah..”
Aku bangkit dan langsung nenen. Aku menenen kepadanya seperti bayi, kali ini kami All Out. Tidak seperti kemarin. Kami saling mendesat, saling menggigit. Ibuku ada di atas, dan aku berbaring. Penisku sudah tegang lagi dan mengacung ke atas. Ia berjongkok dan menuntun penisku masuk miss-v-nya dengan tangannya. Ia pun naik turun sambil tangannya bertumpu pada pahaku. Makin lama ia makin cepat gerakannya. Aku juga tak kuasa, bahkan aku bisa-bisa jebol duluan. Ia tahu kalau aku mau jebol, Ia hentikan gerakannya, ia ganti dengan meremas-remas telurku. Oh…ini baru, tehnik baru. Ketika ia meremas telurku, tampak nafsuku yang sudah dipuncak tiba-tiba hilang. Lalu setelah beberapa saat kemudian, ia bergoyang lagi naik turun. Ia terus mengulangi hal itu kalau aku mau ke puncak, rasanya spermaku berkumpul di ujung penisku. Seolah-olah pijatan itu membuatku seperti menahan bom. Dan benar, ketika ibuku mau orgasme, ia lebih cepat bergerak. Ia naik turunkan lebih cepat dari sebelumnya, ia tak lagi bertumpu di pahaku, tapi di dadaku. Dan ia mengigau, “Oh…Gun…Oh…anak mama yang nakal….tongkolmu gedhe Gun. Nikmat banget. Ibumu ini jadi budakmu Gun… Ahh… Sampai… sampai… ibu mau sampai, kamu juga ya sayang, basahi rahim ibumu, hamili ibumu ini”.
Aku pun keluar dan langsung bangkit memeluk ibuku. Kami orgasme bersama-sama. Vaginanya sangat basah, begitu juga punyaku. Sperma itu masuk ke rahimnya lagi. Banyak sekali, dan benar, spermaku tadi yang tertahan terkumpul di ujung dan melepas dengan semprotan yang luar biasa. Kami berpandangan sesaat, aku mencium bibirnya. Kami berciuman, aku masih memangkunya, dan tak perlu waktu lama. Kami ambruk dan saling berpelukan. Kami tertidur.
Hubunganku dan ibuku sendiri sekarang sudah seperti suami istri. Aku tak tahu bagaimana kami menyebutnya. Setiap malam aku selalu melakukannya, bahkan tidak tiap malam. Hampir setiap hari, dan kesehatan ibuku makin membaik dari hari ke hari. Dokter pun terheran-heran dengan hal ini. Dan setiap hari kami melakukan gaya yang berbeda-beda. Dan lambat laun hal ini pun tercium oleh Dina.
Suatu saat ketika ibu tidur lebih awal, sehabis main denganku. Aku nonton tv. Di ruang tengah tampak Dina juga ada di sana. Aku duduk berdekatan.
“Aku tahu kakak gituan sama ibu”, kata Dina.
Aku kaget tentu saja.
“Gituan gimana?”, tanyaku jaim.
“Alaah, nggak usah sok alim deh kak. Kakak ngent*t ama ibu kan?”, tanyanya.
“Kalau iya kenapa?”, tanyaku menantang.
“Asal ibu bahagia saja, Dina senang. Walau pun agak aneh rasanya kakak yang melakukan itu ama ibu”, katanya.
“Kamu kepengen ya?”,
“Nggak ah”
“Alah, kalau kau mau bilang aja, nggak usah malu-malu, atau kamu sudah pernah gituan ya?”
“Belum pernah, dan jangan ngejek ya!?”
“Kakak nggak percaya, kamu pasti udah nggak perawan”, kataku.
“Kakak jahat!”, katanya sambil memukul bahuku.
“Aduh, koq mukul”, kataku.
“Habisnya kakak jahat!”, katanya.
“Kau harus tahu, aku melakukan ini juga untuk kesembuhan ibu, semakin kakak melakukannya ibu semakin membaikkan?”
Dina diam sejenak, “Iya juga sih, ibu makin membaik”.
“Mau tau rahasia?”, tanyaku.
“Apa ?”, tanyanya.
“Sebenarnya sudah sejak dari dulu kakak ingin begini sama ibu”, kataku.
“Busett…kakak ternyata…”, Dina menggeleng-geleng.
“Yee…ini juga karena memang ibu wanita yang cantik”, kataku. “Apalagi kakak juga sudah dewasa kan?”
Entah bagaimana aku juga ingin begitu dengan adikku. Melihat dia hanya pakai celana pendek, bahkan aku bisa melihat putingnya yang menonjol. Kebiasaan dia kalau di rumah tak pakai BH. Alasannya gerah. Jadi hal ini pun membuatku makin terangsang.
Guna memancingnya aku keluarkan penisku. Dan mengurutnya.
“Kakak ngapain? Jorok ih”, katanya.
“Yeee…suka-suka dong”, kataku. Aku mengocok perlahan sambil menatap adikku itu. “Kamu boleh koq sentuh”
“Nggak ah..”, katanya.
“SENTUH!!”, aku sedikit membentak.
Adikku entah bagaimana ia tiba-tiba spontan menyentuh penisku.
“Nah, gitu…”, kataku. Sensasinya mulai aku rasakan. “Sekarang kocok dong!!”
“Udah ya kak, jangan deh”, katanya.
“Kocok!”, kataku.
Ia menurut. Mungkin perbedaan sikapku yang tadi membuat ia sedikit kaget. Aku tahu jantungnya berdegup kencang. Ia mengocoknya terus, tak beraturan. Tapi itu saja sudah membuatku nikmat. Aku lalu merangkulnya dan menciumnya, sembari ia masih mengocok. Ia kaget dan mencoba melepaskan diri, tapi aku lebih kuasa. Adikku yang SMP itu kini first kis denganku.
Lidahku menari-nari di dalam mulutnya, ia tampak kewalahan, bahkan aku sigap kaosnya dan kuremas dadanya yang montok itu. Lalu aku menyusu kepada adikku itu, aku lucuti pakaiannya, ia meronta, “Kak…jangan…”
Terlambat sudah, aku sudah menduduki perutnya, ia tak bisa ke mana-mana. Aku lucuti pakaianku, kini kami telanjang. Aku julurkan penisku ke mulutnya.
“Ayo isep!”, kataku.
“Nggak ah kak, koq jadi gini sih”, katanya.
“Isep!”, kataku.
Ia hanya nurut. Ia buka mulutnya dan aku jambak rambutnya. Kugerakkan kepalanya maju mundur. Nikmat sekali. Tak perlu lama-lama, aku sudahi permainan itu karena aku mengincar vaginanya. Segera, aku berbalik di posisi 69. Aku menjilati miss-vnya. Vagina perawan memang beda. Aku rasanya cairan itu membasahi mulutku. Lidahku terus menari-nari di dalamnya. Sementara adikku mengulum penisku dengan suara…”Hmmmhh…hmmmh…hmmmh…”
Cairan kewanitaan itu makin banyak. Dan vagina itu basah sekali. Aku sudah benar-benar puas. Lalu aku berbalik. Dan aku siap untuk menusukkan penisku yang besar dan panjang ini ke vagina Dina yang sempit. Mulanya kepalanya yang masuk, sulit sekali. Lalu aku dorong perlahan, aku tarik lagi, aku dorong lagi, vaginanya berkedut-kedut meremas-remas punyaku. Punyaku serasa ingin dia hisap.
“Kaakk….sakit kaak…jangan perkosa Dina”, katanya meminta.
“Nanti juga enak koq Din”, kataku.
Dan aku pun mulai mendorongnya sekuat tenaga. Dina memiawik tertahan. Nafasnya memburu. Vaginanya berdenyut-denyut, ia menerima ransangan penisku, aku mulai bergoyang teratur. Sembari aku menindihnya aku menciumi bibirnya. Kakak adik ini sekarang sudah bersatu. Tak kusangka penisku bisa masuk penuh memenuhi rongga vagina adikku sendiri. Kini aku tak kuasa ingin keluar. Padahal juga baru sepuluh menit bergoyang. Dan aku pun tak bisa menyia-nyiakan ini, aku memang ingin keluar.
“Din, kakak mau menghamili kamu….ahh…keluar Diiinn…Akkkhh…aaahhkkk”, benar sekali. Spermaku muncrat dengan energi penuh. Adikku merangkulku. Karpet itu jadi saksi bahwa keperawanan adikku aku renggut. Agak lama kami berpelukan dan berguling di karpet. Sampai kemudian aku cabut punyaku. Dan melihat karpet itu bernoda.
Sperma tampak sedikit keluar dari vaginanya, karena terlalu banyak yang keluar tadi. Malam itu aku membopong adikku ke kamarnya. Ia menangis. Tentu saja ia kaget dengan yang kulakukan barusan, bahkan ia kuperkosa.
“Maafkan kakak ya”, kataku. “Kalau kau mau marah, kakak ada di sini”
“Percuma Dina marah, kakak sudah memerawaniku”, katanya. “Kakak harus janji, selain ibu dan Dina, kakak nggak boleh dengan wanita lain!!”
“Baiklah kakak berjanji”, kataku.
“Mulai sekarang, Dina ingin jadi istri kakak”, katanya.
Setelah itu, aku berterus terang kepada ibuku tentang kejadian tadi malam. Ibuku tak marah. Ia mengerti keadaanku yang kecanduan sex. Boleh dibilang, hubungan incest ini tak ada orang yang tahu. Bahkan ketika ibuku melahirkan anak hasil hubungan kami, demikian juga Dina. Entahla ini namanya apa. Tapi kami berjanji akan menjaga anak-anak kami sampai ia dewasa nanti. Dan yang pasti. Hari-hariku melakukan sex dengan mereka berdua tak akan pernah usai. Dan anehnya setiap saat aku ingin sekali melakukannya dengan mereka. Ibuku yang suka dan mahir blow job, ditambah Dina yang vaginanya sempit membuatku ingin setiap hari menggaulinya. Kau tahu kalau kalian menganggap kisah ini bualan, kalian salah. Aku benar-benar melakukannya dengan ibu dan adikku yang sampai sekarangpun masih terus kami lakukan dan tidak akan pernah berhenti sampai aku dan adikku mempunyai pasangan masing-masing.

Cerita Seks Dengan Pembantu Binal

Cerita seks kali ini akan menceritakan sebuah kisah hot persetubuhan antara pembantu binal dan seksi dengan majikannya yang hypersex. Selain bekerja sebagai pembantu rumah tangga rupanya wanita tersebut juga sering menjadi pemuas birahi majikannya dan tentunya juga dapat uang tambahan.
Namaku Yogi Pratama, sekarang usiaku 27 tahun. Aku anak pertama yang dilahirkan di keluarga sederhana, namun karena kegigihanku aku mampu meraih pendidikan yang tinggi di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Sekarang ini aku bekerja sebagai salah satu konsultan di perusahaan konsultan terkemuka di dunia yang ada di Jakarta. Gaji yang aku peroleh sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku seorang diri di Jakarta yang kejam ini. Bisa dibilang kehidupanku cukup mapan dan gaya hidupku pun berbeda jauh dengan yang aku jalani beberapa tahun lalu.
Dengan kehidupan yang cukup mapan aku sudah bisa membeli sebuah rumah dan mobil Honda Jazz pada 2 tahun pertama aku kerja. Meskipun masih kredit dan ukurannya kecil dengan 3 kamar tidur dan satu kamar pembantu aku bangga karena mampu membeli rumah dengan jerih payahku sendiri. Dengan uang yang berlimpah dan tekanan kerja yang berat membuat aku sering menghilangkan penat dengan mengunjungi tempat hiburan malam atau sekedar mencari wanita malam yang bisa menemani aku tidur,karena memang aku akui bahwa aku memiliki nafsu seks yang cukup besar. Namum lama-lama aku bosan,karena aku pikir itu hanya membuang-buang uang saja.
Pekerjaanku yang berat dan penuh tekanan membuat hidupku kurang teratur. Keadaan rumahku pun menjadi berantakan sehingga aku putuskan untuk mencari seorang pembantu rumah tangga. Aku tidak tahu harus mencari kemana,dan berdasarkan info yang aku peroleh dari teman-teman kerjaku dan surat kabar, akhirnya aku mendatangi sebuah biro penyedia jasa pembantu rumah tangga yang ada di Jakarta Selatan.
Saat aku datang ke biro jasa tersebut aku disambut oleh resepsionis yang menurutku cukup cantik. Dengan ramah dia menyapaku. “Selamat siang Bapak. Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya dan kujawab “Ohh ini mbak, saya mau cari pembantu, itu gimana kira-kira prosedurnya?” Setelah itu mbak resepsionis tadi menjelaskan panjang lebar,aku hanya mengangguk-angguk dan menyanggupi semua persyaratannya. Setelah itu aku dibawa ke sebuah ruangan dimana terdapat banyak sekali wanita dari yang usianya masih muda sekitar 18 tahun sampai yang sudah tua. Resepsionis tadi menjelaskan seluk beluk dan informasi umum dari calon-calon pembantu yang ada disitu. Aku dipersilakan untuk melihat dan memilih kira-kira mana yang cocok dan sesuai dengan kebutuhanku.
Bingung juga ternyata untuk dapat memilih satu orang yang nntinya akan jadi pembantuku dan tinggal dirumahku. Setelah berpikir cukup panjang akhirnya aku memutuskan untuk memilih pembantu yang cukup tua saja dengan pertimbangan dia sudah lebih perpengalaman dan lebih telaten menurutku. Akhirnya resepsionis menyebutkan dan menunjukan 3 nama yang sesuai dengan kriteriaku yaitu Anik, Dewi, dan Murni. Setelah melihat ketiga orang tadi, aku memutuskan untuk mengambil Dewi sebagai pembantuku karena dari ketiga orang tersebut dia yang paling terlihat bersih dan putih. Di usianya yang sudah 37 tahun dia masih terlihat cukup menarik dan badan yang masih kencang. Dia nampak senang sekali ketika aku memilihnya menjadi pembantuku, dia segera bergegas untuk mengemasi barang-barangnya yang akan dibawa ke rumahku. Setelah menyelesaikan semua persyaratan akhirnya aku pulang ke rumah dengan membawa seoarang wanita yang akan menjadi pembantuku, Dewi.
Di perjalanan kami tidak banyak bicara,dia masih terlihat sungkan dan malu dengan aku. Dan aku pun berinisiatif untuk membuka pembicaraan dengan dia. ” Kamu darimana asalnya Mbak?”. “Saya dari Subang Pak”.jawabnya. “Wah jangan panggil saya Pak dong,saya kan belum jadi bapak,panggil Mas saja lebih enak kayanya”. “Iya Pak, ehh iya Mas”. “Nah gitu kan lebih enak Mbak”.
Akupun lalu bertanya pengalaman dia menjadi pembantu dan alasan dia mengapa memilih profesi itu. Dia menjawab kalo dulu pernah menjadi tukang cuci saat masih berada di desanya, dan setelah suaminya meninggal satu tahun yang lalu dia memutuskan untuk pergi ke Jakarta dan berharap memperoleh penghasilan lebih untuk meyekolahkan anak tunggal perempuannya yang masih kelas 1 SMP.
Tak terasa mobilku sudah sampai di depan rumahku. Aku pun segera mengajaknya masuk ke rumah, dia masih nampak canggung, mungkin ini pengalaman pertamanya menjadi pembantu di Jakarta. Dia aku suruh duduk di ruang tamu dan aku ambilkan air putih untuknya karena terlihat kehausan.
“Terimakasih ya Mas airnya dan sudah pilih saya untuk jadi pembantu Mas,ngomong-nomong istrinya dimana Mas, ato kerja juga?” tanyanya.
“Waduh saya belum punya istri Mbak, belum ada yang mau” jawabku sambil tertawa.
“Masa to mas ga ada yang mau orang mas ganteng dan gagah gini kok”.pujinya.
“Ahh mbak bisa aja, orang biasa saja kok. Tapi anggap aja disini rumah sendiri ya Mbak, jangan sungkan-sungkan”.
Setelah ngobrol beberapa saat, lalu aku tunjukan letak kamar dia dan seluk beluk rumahku. Dia pun membawa barang bawaan yang tidak terlalu banyak itu ke dalam kamarnya yang terletak di bagian belakang. Setelah itu aku bilang ke dia mau pergi lagi karena ada meeting dengan klienku dan baru pulang nanti malam.
Saat pulang dia membukakan pintu gerbang untukkku dan saat aku masuk rumah terlihat keadaan rumah sudah rapi dan bersih. Ternyata enak juga ya punya pembantu, batinku.setelah itu aku langsung mandi dan meyuruhnya membuatkan kopi untuk menemaniku mengerjakan laporan nanti malam.
Selanjutnya keseharianku cukup terbantu dengan adanya Mbak Dewi di rumahku. Aku tidak perlu lagi memikirkan kebersihan rumah dan pola makanku pun sekarang lebih teratur. Mungkin aku hanya perlu mengajarkan dan memberi tahu kepadanya tentang hal-hal yang harus dia perhatikan dalam melaksanakan tugasnya.
Setelah 2 minggu di rumahku, dia nampak sudah tidak canggung lagi. Dewi sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan di sekitar rumahku, termasuk dengan pembantu-pembantu lain di kompleks rumahku. Dan setelah aku perhatikan setiap aku ada di rumah, pakaian yang dikenakan Mbak Dewi hanya itu-itu saja, aku pun lalu bertanya kepadanya.
” Mbak kok pakaiannya itu-itu aja,emang kamu punya baju berapa?”.
“Iya mas, masih ada kok beberapa, tapi emang cuma sedikit saya bawanya, habis yang di kampung sudah jelek-jelek Mas”jawabnya.
“Kamu kenapa g bilang,ya udah besok Minggu aku anterin kamu belanja ya, kamu g usah khawatir gaji kamu aku potong, anggap aja ini bonus buat kamu”.
” Wahh mas g usah repot-repot, saya masih bisa pakai pakaian yang ada kok” dia masih merasa sungkan. “Udah pokoknya kamu g boleh nolak, besok minggu kamu ikut saya”.
Akhirnya hari Minggu aku dan Dewi pergi ke sebuah departement store di dekat rumahku,aku membelikan dia beberapa pakaian yang kebanyakan adalah daster seperti yang selama ini dia pakai. Dan semenjak itu, hubunganku dengan Dewi pun semakain dekat, nampaknya sudah tidak ada perasaan canggung di anatara aku dan Dewi. Bahkan dia sudah mulai menceritakan masa lalu dan masalah-masalah yang dihadapinya, begitu juga dengan aku.
Hingga suatu malam, untuk merayakan selesainya suatu proyek besar perusahaan, aku dan teman-temanku pergi ke tempat hiburan malam dan hingga membuat aku mabuk dan tak sadarkan diri. Aku pun diantar oleh temanku untuk pulang ke rumahku. Sesampainya di rumah Dewi nampak terkejut dengan keadaanku, karena sebelumnya aku belum pernah sampai seperti ini. Dia membawaku ke kamar tidurku dan akhirnya membaringkan aku di tempat tidur hingga aku tertidur. Beberapa hari setelah kejadian itu, saat aku dan Dewi berada di ruang tengah dan nonton tv, Dewi menanyakan kejadian itu kepadaku.
“Mas waktu itu kenapa sampai mabuk gitu to?” tanyanya.
“Iya mbak,waktu itu diajak sama temen” jawabku.
“Itu kan g baik buat kesehatan Mas, mbok jangan kaya gitu lagi Mas” dia menasehatiku.
“Iya mbak aku tau kok tapi kadang kalo lagi stres gitu pengennnya kok mau minum aja Mbak, ya gimana lagi ya Mbak” jawabku.
“Nah daripada minum kok g cerita sama saya aja Mas, ya meskipun saya g bisa bantu tapi itu kan lebih baik daripada harus mabok, iya to Mas?”
“Iya bener Mbak,saya akan cerita deh ke Mbak besok”.
Hingga akhirnya setelah ngobrol panjang lebar aku pun jadi bercerita kepanya kalo aku juga sering jajan ke temapt pelacuran kalo nafsu seksku lagi tinggi.
“Dan aku juga mau cerita Mbak kalo aku juga sering nyari pelacur kalo lagi nafsu tinggi gitu, yaa habisnya gimana ya mbak, laki-laki susah Mbak kalo udah horny gitu, hehehe” candaku.
Dia nampak tercengang dan tidal percaya dengan ceritaku. “Oalah Mas, itu kan dosa dan ga bersih, nanti salah-salah Mas bisa kena pirus lho” jawabnya.
“Iyaa Mbaak, aku selalu pake pengaman kok kalo kesana, habisnya emang susah diajak kompromi si adek Mbak kalo lagi pengen, hehe” jawabku.
Dia hanya diam mendengar jawabanku, lalu aku pun memberanikan diri bertanya kepadanya “Lha Mbak sendiri gimana hayo kalo lagi pengen?”.
Dia bingung dan malu mendengar jawabanku, ” Ahh mas ini ada-ada aja nanyanya” jawabnya malu.
“Tapi ga mungkin kan Mbak ga pernah punya keinginan untuk hal itu, terus Mbak gimana kalo lagi pengen, apa Mbak pernah masturbasi?” cecarku.
“Ahh sudah ah mas ngomongin itunya,saya jadi malu”.
” Ga usah malu sama saya Mbak, jawab aja”.
Dia pun akhirnya mau mengakui “Iya mas,kalo lagi kepengen banget saya kadang masturbasi Mas” jawabnya malu.
Akhirnya setelah obrolan malam itu,aku jadi lebih sering memperhatikan pembantuku Dewi, ternyata dia cukup menarik juga dengan wajah yang tidak terlalu cantik, kulitnya kuning langsat khas wanita sunda. Payudaranya juga cukup besar,mungkin sekitar 36c meskipun sudah agak kendor. Dan yang paling aku suka adalah pantatnya yang montok dan besar, hingga aku sering sering memperhatikan kalo dia sedang berjalan. Aku sangat menginginkan tubuhnya yang seksi itu. Sungguh membuatku horni dan terangsang.
Suatu malam saat tugas laporan menumpuk membuatku semakin suntuk dan bosan. Apalagi si adekku ini tidak bisa diajak kompromi dengan selalu berontak meminta pelampiasan. Memang nafsuku sedang tinggi malam ini dan aku tidak tahu harus melampiaskannya dengan siapa. Aku tidak begitu suka untuk masturbasi, lebih baik aku mencari PSK daripada aku masturbasi. Tetapi kali ini aku sedang malas keluar rumah dan tiba-tiba terbersit wajah Dewi di benakku. Tapi aku ragu untuk melakukan itu,perasaan bimbang menyelimuti pikiranku. Masa aku harus dengan pembantu untuk melampiaskannya, batinku. Akhirnya dorongan nafsu membuatku memutuskan untuk mendatangi Dewi di kamarnya. Saat aku ke kamarnya, Dewi sedang melipat baju-bajunya. Akupun lalu duduk di kursi dalam kamarnya. Dia nampak terkejut dengan kedatanganku ke kamarnya namun masih melanjutkan kegiatan melipat bajunya.
“Ada apa Mas kok tumben malem-malem ke kamar saya?. Apa Mas Yoga masih laper?” tanyanya.
“Ga papa kok, saya g laper kok Mbak, saya Cuma pengen ngobrol sama kamu”. jawabku bimbang.
“ohh mau ngobrol apa to Mas, sini saya temenin ngobrol kalo gitu” jawabnya.
“ Iya sebenernya saya pengen minta tolong sama Mbak”.
“ Minta tolong apa Mas? Saya pasti mau kalo saya emang bisa bantu Mas.” jawabnya.
Aku berada di persimpangan untuk menyampaikan keinginanku kepadanya, tetapi aku pikir ga akan tahu hasilnya kalo g dicoba. Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk mengatakan keinginanku kepadanya.
“Jadi gini, Mbak Dewi kan kalo saya sering pergi ke pelacuran kalo nafsu lagi tinggi”. Dia nampak memperhatikan dengan serius setiap omongan yang keluar dari mulutku.
“Terus kenapa Mas, saya kok masih belum ngerti”. jawabnya
Wanita ini emang bener-bener masih polos, pikirku.
“ Sekarang ini nafsu saya lagi tinggi Mbak, saya pengen minta tolong sama Mbak buat..buat..” aku masih ragu untuk mengungkapkannya.
“Buat apa Mas?” tanyanya.
Setelah pertanyaanku tadi aku pun berpikir sudah terlambat untuk mengurungkan niatku, hingga akhirnya aku mengatakan kepadanya tentang keinginanku.
“ Saya pengen minta tolong Mbak buat ngocokin kontol saya” jawabku
Dia nampak terkejut dengan permintaanku tersebut, dan kulihat mukanya lansung berubah antara malu dan sedikit marah.
“Mas saya bukan wanita seperti itu, jadi Mas jangan coba-coba memaksa saya” jawabnya dengan sedikit membentak.
“Saya ga maksa kok Mbak, saya cuma mau minta tolong ke Mbak, itu pun kalo Mbak mau, tapi kalo ga mau ya sudah. Nanti biar saya cari PSK saja kalo gitu”.
Dia hanya terdiam mendengar jawabanku, aku juga tidak tahu apa yang dia pikirkan. Setelah itu akupun keluar dari kamarnya dengan sedikit membanting pintu. Ada perasaan menyesal setelah mengatakan keinginanku kepada Mbak Dewi, tetapi ya sudahlah semua itu sudah terlanjur. Aku kembali ke kamarku dengan perasaan tak menentu. Untuk mengusir suntukku aku pun menghisap rokok Sampoerna Mild kesukaanku sambil menikmati pemandangan di luar rumahku..
Di tengah kegundahanku tiba-tiba ada yang mengetok pintu kamarku, aku pun tahu kalo itu adalah Mbak Dewi. Dalam pikiranku mungkin dia mau minta berhenti menjadi pembantuku. Dengan malas aku pun menyuruhnya masuk.
“Ada apa Mbak?” tanyaku saat dia berada di ambang pintu.
“Mas, sebaiknya Mas jangan cari PSK, itu ndak baik Mas” jawabnya dan aku hanya diam sambil menghisap rokoku.
“ Saya mau memenuhi permintaan mas tadi, tapi Mas harus janji jangan nyari PSK di luar” jawabnya sambil tertunduk malu.
Aku pun secara refleks langsung menoleh ke arahnya, sesaat pandangan ku sempat bertemu dengan pendangannya.
“Beneran kamu mau memenuhi permintaan saya tadi? Saya ga maksa kamu kok.
“iya mas saya mau, tapi Cuma itu saja ya Mas, jangan keterusan. Setelah saya pikir-pikir Mas sudah banyak membantu saya dan keluarga dan saya ga mau Mas terus-terusan jajan PSK di luar”.
Aku pun langsung menghampirinya dan memegang tangannya dan aku ajak dia ke arah tempat tidurku. Dia hanya menunduk dan tidak berani melihat ke arahku saat aku memegang tangannya, entah apa yang dia pikirkan. Tanpa pikir panjang akupun mulai melepas satu per satu pakaianku hingga aku hanya mengenakan CD. Dia nampak terkesima dengan tubuh atletisku dan tonjolan besar yang ada di selakangannku yang tidak mampu ditampung semuanya oleh CD kecilku hingga kepala penisku menyembul ke atas. Akupun lansung merebahkan diri di tempat tidur sementara dia masih duduk di tepi tempat tidurku.
“Ayoo Mbak naik aja, kalo disitu kurang enak posisinya” dia pun naik ke atas ranjangku.
“Mbak tolong bukain CD saya yaa!” perintahku sambil menuntun tangannya yang masih malu-malu untuk membuka CDku.
Akhirnya dia menurunkan CD ku hingga melewati ujng kakiku lalu melipatnya dan meletakannya disamping tubuhku. Sungguh pemandangan yang indah menurutku dan membuat aku semakin bergairah karenanya. Dia pun mulai memegang penisku yang sudah ngaceng berat minta pelampiasan, dielus-elus penisku dengan lembut dari dari bawah hingga ujungnya. Ohh sungguh nikmat dan lembut sekali tangannya, pikirku dalam hati sambil memejamkan mata. Merupakan sensasi tersendiri dan pengalaman baru bagiku merasakan kocokan tangan pembantuku.
“Mas saya takut, punyanya Mas gede banget” pujinya sambil tetap mengelus penisku.
“Takut apa suka Mbak? candaku. “ Dulu punya suaminya g segede ini apa Mbak?” tanyaku.
Dia nampak malu mendengar pertanyaanku tadi. Memang penisku termasuk berukuran besar,dengan diameter sekitar 4-5 cm dan panjang sampai 15 cm telah membuat banyak wanita bertekuk lutut dengan permainan seks ku. Dia mulai mengocok penisku secara perlahan dan kadang diselingi dengan gerakan memutar disekitar kepala dan ujung penisku membuatku semakin melayang. Nampaknya dia sudah mahir untuk urusan kocok mengkocok penis. Betapa bahagianya dulu suaminya,pikirku. Hanya desahan yang keluar dari mulutku. Setelah sekitar 20 menit penisku dikocoknya aku sudah hampir sampai di puncak kenikmatanku. “Mbak aku sudah mau keluar Mbak, teruuuus mbakk, ohhhh enaakk mbak, teruuus”.
Dia hanya diam dan terus mengocok penisku, dan mengetahui aku sudah hampir keluar dia mengeluarkan jurus mautnya yaitu dengan mengeluarkan ludah pada tangannya dan dioleskan ke penisku. Mendapat perlakuan tersebut aku sudah tidak mampu menahan gejolak kenikmatan dalam diriku. Akhirnya tak lama kemudian tubuhku pun mengejang dan kaku disertai dengan keluarnya air mani dari penisku yang timpah di perutku dan sebagian mengenai tangan Mbak Dewi. Aku pun langsung lemas dan memejamkan setelah menyelesaikan sisa-sisa kenikmatanku. Sunggu aku pikir ini adalah kenikmatan yang spesial yang pernah aku rasakan,meskipun hanya melalui kocokan tangan pembantuku tetapi mampu memberikan sensasi yang luar biasa.
Setelah selesai melakukan tugasnya aku lihat Mbak Dewi brjalan ke arah lemari yang ada di kamarku dan mengambils sebuah handuk kecil lalu dibasahinya handuk tersebut dengan air. Dia mengbersihkan sisa-sisa spermaku yang ada diperut dan penisku. Sungguh sensasi yang luar biasa diberikan oleh pembantuku yang satu ini. Setelah itu aku pun terlelap tidur dengan penuh kepuasan.
Setelah kejadian malam itu aku pun menjadi semakin sering melakukan masturbasi bersama Mbak Dewi. Meskipun kadang dia enggan untuk melakukannya, tapi aku melihat pancaran kebahagian setiap kali dia memegang penisku. Bahkan kalau dia terlalu lelah mengocok penisku, tak jarang dia sampai tertidur di ranjangku dengan masih memeluk pinggangku. Kegiatan itupun berlanjut setiap malam entah sampai kapan. Bagitulah hubungan seksualku dengan pembantuku yang hot ini.

Cerita Ngentot Dengan Kakak Ipar

Tulisan kali ini akan menceritakan hubungan sex seorang lelaki yang ketagihan ngentot dengan kakak iparnya sendiri yang disebut dengan Wina. Aku punya seorang kakak ipar, Wina Puspadewi namanya. Usianya sudah 36 tahun, lebih tua 5 tahun dari istriku. Mbak Wina, begitu aku memanggilnya, sudah menikah dengan dua anak. Berbeda dengan istriku yang cenderung kurus, Mbak Wina berbody montok dengan dada dan pantat yang lebih besar dibanding istriku.
Rumah Mbak Wina tidak terlalu jauh dengan rumahku sehingga aku dan istriku sering berkunjung dan juga sebaliknya. Tapi aku lebih suka berkunjung ke rumahnya, karena di rumahnya, Mbak Wina biasa memakai pakaian rumah yang santai bahkan cenderung terbuka. Pernah suatu pagi aku berkunjung, dia baru saja bangun tidur dan mengenakan daster tipis tembus pandang yang menampakkan buah dada besarnya tanpa bra. Pernah juga aku suatu waktu Mbak Wina dengan santainya keluar kamar mandi dengan lilitan handuk dan tiba2x handuk itu melorot sehingga aku terpana melihat tubuh montoknya yg bugil. Sayang waktu itu ada istriku sehingga aku berlagak buang muka.
Suatu pagi di hari Minggu, aku diminta istriku mengantarkan makanan yang dibuatnya untuk keponakannya, anak-anak Mbak Wina. Tanpa pikir panjang aku langsung melajukan mobilku ke rumah Mbak Wina, kali ini sendirian saja. Dan satu hal yang membuatku semangat adalah fakta bahwa suami Mbak Wina sedang tidak ada di rumah.
Sampai di rumah Mbak Wina, semua masih tidur sehingga yang membukakan pintu adalah pembantunya. Aku masuk ke dalam rumah dan setelah yakin si pembantu naik ke kamarnya di atas, aku mulai bergerilya. Dengan perlahan aku membuka pintu kamar Mbak Wina, dan seperti sudah kuduga, Mbak Wina tidur dengan daster tipisnya yang bagian bawahnya sudah tersingkap hingga paha dan celana dalam warna hitamnya. Aku meneguk ludah dan langsung konak melihat paha montok yang putih mulus itu, apalagi lengkap dengan CD hitam yang kontras dengan kulit putihnya.
Pagi itu aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk bisa menjajal tubuh montok kakak iparku. Tekadku sudah bulat untuk menikmati setiap lekukan tubuhnya. Setelah puas melihat pemandangan di kamar, aku kemudian menuju meja makan di mana kulihat dua gelas teh manis sudah terhidang, satu untukku dan satunya pasti untuk Mbak Wina. Dengan penuh semangat aku meneteskan cairan perangsang yang kubeli beberapa waktu lalu ke dalam teh Mbak Wina. Aku berharap wanita itu akan dipenuhi birahi sehingga tidak menolak untuk aku sentuh.
Dewi keberuntungan memang sedang memihakku pagi itu. Tak berapa lama, Mbak Wina bangun dan seperti biasa, dengan santainya dia berjalan keluar kamar masih dengan daster minim itu yang membuatku semakin tergila-gila. “Eh, ada Farhan, udah lama?”, sapanya dengan suara serak yang terdengar seksi, seseksi tubuhnya. “Barusan kok mbak, antar makanan buatan Rina”, jawabku sambil melihat dengan jelas buah dada besarnya yang no-bra itu. Mbak Wina memang sangat cuek, dia tidak memperdulikan mataku yang nakal memandangi buah dadanya yang menggelantung di balik daster tipisnya. Dengan gontai ia menuju meja makan dan menghirup teh yang sudah kuberikan cairan perangsang. Menurut teori, dalam waktu 5 sampai 10 menit ke depan, hormon progesteron Mbak Wina akan meningkat dan ia akan terbakar nafsu birahi.
Setelah minum teh, Mbak Wina masuk ke kamar mandi untuk cuci muka, pipis dan pastinya cuci meki lah, hehee. Keluar dari kamar mandi, wajah Mbak Wina memang sudah lebih segar. Masih dengan daster tipis yang memberikan informasi maksimal itu, dia memanggil pembantunya dan menyuruh ke pasar. Wah, tambah perfect deh, pikirku.
Setelah sedikit beraktivitas di ruang makan, ia kembali ke kamar. Pasti dia akan ganti baju pikirku. Dengan perlahan aku mengikuti di belakangnya. Dan benar juga seperti dugaanku, Mbak Wina tidak menutup dengan baik pintu kamarnya. Dia begitu cuek atau sengaja memberikanku kesempatan mengintipnya berganti baju.
Penisku semakin mengeras melihat Mbak Wina menanggalkan dasternya dan … oh, rupanya obat perangsangku sudah mulai bekerja. Mbak Wina tampak gelisah lalu mengusap-usap selangkangannya dengan tangan. Aku seperti diberi berkah pagi itu, Mbak Wina benar2x seperti terangsang hebat. Dia dengan sedikit terburu-buru melepas CD hitamnya sehingga kini ia benar2x bugil di kamar. Kemudian kulihat ia mengusap-usap bagian meki dan sekitarnya dengan tangan. Wah… tak akan kubiarkan dia melakukan masturbasi.
Dengan semangat 45 dan penuh percaya diri, aku membuka celanaku dan membiarkan penisku yang sudah konak dari tadi mengacung bebas.
Walau dengan sedikit canggung, aku beranikan diri membuka pintu kamarnya.
“Farhan… kamu…”, Mbak Wina menjerit melihat aku masuk ke kamarnya sementara dia sedang bugil dan lebih kaget lagi melihat aku tanpa celana dan mengacungkan penis ke arahnya.
“Daripada pakai tangan, pakai ini aja Mbak…”, pintaku seraya memegang batang penisku.
“Gila kamu, jangan kurang ajar”, sergahnya ketika aku mendekati tubuh bugilnya.
Mbak Wina menampik tanganku yang ingin menjamahnya, tapi nafsu birahi yang membakar otaknya membuatnya tak cukup tenaga untuk menolak lebih lanjut sentuhanku. Aku yakin kalau birahinya sudah memuncak dan dia juga menginginkan sex denganku. Ketika tanganku berhasil meraih buah dada dan meremasnya, dia hanya bilang “Gila kamu!”, tapi tak sedikitpun menjauhkan tanganku untuk meremas-remas buah dada dan memilin puting susunya. Aku sudah merasa di atas angin. Mbak Wina hanya bersumpah serapah, namun tubuhnya seperti pasrah. Setiap sentuhan dan remasan tanganku di tubuhnya hanya direspon dengan kata “kurang ajar” dan “gila kamu”, namun aku merasa yakin dia menikmatinya. Dugaanku betul, Mbak Wina akhirnya dengan malu memegang batang penisku.
“Besar banget punya kamu Farhan”, serunya.
“Pingin masuk memek Mbak tuh…” jawabku.
Mbak Wina tersenyum manja,”Gila kamu!”
“Iya mbak, saya memang tergila-gila pada Mbak”, rayuku sambil terus memilin puting susunya yang sudah mengeras.
Mbak Wina semakin relaks dan pasrah. Kini dengan sangat mudah aku bisa meraih daerah selangkangannya yang berbulu tipis dan mulai meraba-raba vaginanya yang ternyata sudah becek.
“Kaya’nya memeknya udah minta nih Mbak”, kataku.
“Gila kamu!”, entah sudah berapa kali dia mengeluarkan kata itu pagi ini.
“Nungging Mbak, saya masukin dari belakang”, pintaku untuk doggy style.
Mbak Wina masih dengan sumpah serapah menuruti kemauanku. Kini pantat bahenolnya terpampang di hadapanku, pantat yang selama ini aku impikan itu akhirnya bisa kuraih dan kuremas-remas. Dengan perlahan, aku memasukkan batang penisku ke dalam liang vaginanya. Tidak sulit tentu saja, maklum sudah punya dua anak dan memang sudah becek pula. Maka adegan selanjutnya sudah bisa ditebak, Mbak Wina yang sudah terbakar birahi tentu saja orgasme lebih dulu akibat pompa penisku pada vaginanya. Namun sekali lagi, pagi itu memang milikku. Meskipun sudah orgasmu, kakak iparku yang montok itu tetap penuh birahi meladeni permainanku sampai akhirnya kami merasakan orgasme secara bersama. Nikmatnya luar biasaaaa.
“Sembarangan kamu numpahin sperma di memekku ya Farhan…”, jeritnya ketika aku memuncratkan spermaku ke dalam rahimnya.
“Habis memek Mbak enak sih….”, seruku di telinganya. Kakak iparku hanya melejat-lejat menikmati orgasmenya juga.
Selesai orgasme, seperti sepasang kekasih, kami berciuman.
“Kamu memang gila Farhan, awas… jangan bilang siapa-siapa ya!”, serunya perlahan.
“Ya iyalah Mbak, masa’ mau cerita-cerita..”, candaku. Dia pun tertawa lepas.
“Kapan-kapan lagi ya Mbak…”, pintaku.
“Gila… kamu gila…” jeritnya sambil berjalan ke kamar mandi.
Aku memandang tubuh montok kakak iparku dengan senyum puas. Akhirnya tubuh impianku itu dapat kunikmati juga. Dan cerita ngentot selanjutnya tentu juga mudah ditebak. Setiap ada kesempatan, kami berdua mengulanginya lagi, tidak hanya di rumahnya, tapi juga di rumahku dan terkadang untuk selingan kami janjian di luar rumah, main di mobil, pokoknya seru.

Persetubuhanku Dengan Wanita Setengah Baya

Cerita Sex ngentot dengan wanita setengah baya ini bermula dengan persiapan kelahiran anak pertamaku dari istriku yang membuatku sangat bahagia. Isteriku, Nana, yang kunikahi hampir dua tahun lalu, akhirnya menjadi perempuan sempurna sebagai ibu yang melahirkan sendiri anaknya. Namun, dengan pertimbangan belum berpengalaman melahirkan, ia ingin kedua orang tuanya, bapak dan ibu mertuaku, menemaninya selama proses kelahiran. Ringkas cerita, tempat tinggal pun kedatangan tamu. Untuk menghormati orang tua, kami menjemput pasangan itu. Tak ada kejadian istimewa ketika kami menjemput. Layaknya anak kepada orang tua, kami berusaha melayani sebaik-baiknya.
Sampai tibalah saatnya Nana meahirkan bayinya dan harus tinggal di rumah sakit bersalin, kerennya sih Rumah Sakit Ibu dan Anak. Dokter kandungan yang memeriksa isteriku menyatakan sebaiknya Nana tinggal di RS agar pemulihan kesehatan dan perawatan bayinya. Kami yang semula berempat terpaksa meninggalkan Nana di RS dan kembali ke rumah bertiga saja. Aku dan kedua mertuaku.
Nah, ketika kami tiba di rumah, aku duduk di sofa sambil tidur-tiduran, Sementara mertuaku menyibukkan diri, berusaha kerasan di tempat anaknya. Bapak mertuaku tampak sibuk dengan buku teka-teki silang yang entah dari mana ia dapatkan. Ibu mertuaku pun menyambar koran dan duduk di kursi sebelah sofa di ruang tamu. Posisinya agak menghadap aku, dengan sofa dan kursi membentuk huruf L. Sofa tempatku berbaring adalah bagian atas L, dan kursi tempat mertuaku membentuk bagian bawah L.
Saat itu aku terserang kantuk sebenarnya. Jadi, aku bergeser ke samping dan membuka mata. Ibu mertuaku, namanya Nurlela, yang biasa ku panggil Mak Lela, kelihatan serius membaca koran sampai menutup wajah dan tubuh bagian atasnya. Maka aku hanya bisa melihat dia dari pinggang ke bawah. Saat itulah aku tersadar! Dia mengenakan salah satu rok lipit panjang, yang telah turun sampai ke lutut dan cukup longgar. Jelas, ketika ia duduk roknya naik sedikit di atas lutut dan agak longgar. Hal pertama yang aku lihat adalah sepasang betis yang memukau! Maksudku ramping dan cantik, seperti yang terlihat di sinetron TV itu! Inilah rahasia pertama yang aku temui pada Mak Lela.


Siapa yang mengenal Mak Lela, tidak akan pernah melihat bagian atas lututnya. Tapi kali ini mataku menjelajahi kakinya dan melihat bahwa cara ia duduk membuatku dapat melihat seluruh pahanya dengan jelas! Putih krem dan tampak sehalus sutera berlanjut hingga menghilang dalam kegelapan. Aku merasa penisku terjepit di celana! Aku tahu aku sudah kehilangan seks yang sehat, tetapi kaki dan paha perempuan akan membuat laki-laki berdarah merah menarik napas! Aku terus menatap kaki seksi itu dan mulai berfantasi apa rasanya berada di antara keduanya! Maksudku, ini adalah ibu isteriku dan ia membangkitkan birahiku!
Aku yakin dia tidak tahu apa yang sedang terjadi dan tak sadar membuatku terpesonaa. Dia masih sibuk dengan koran, jadi aku meringkuk, berusaha menyembunyikan penis kerasku ke dalam bantal. Tak lama kemudian aku mendengar dia memanggil nama aku lembut dan bertanya apakah sudah saatnya makan malam? Aku bilang akan segera bangun, tetapi dia mengatakan santai-santai saja, karena ia ingin berganti pakaian dulu sepulang dari RS. Dia bangkit pergi sementara aku menunggu penisku normal dulu agar bisa bergerak. Akhirnya aku sudah kembali normal dan berjalan ke dapur, melewati Pak Hasan, mertua lelakiku yang masih tenggelam dalam TTS dan tidak menunjukkan tanda-tanda bergerak.
Karena tak memiliki pembantu dan memang piawai memasak, aku ke dapur menyiapkan makan malam untuk kami bertiga. Saat itulah aku mendengar Mak Lela masuk ke dapur, tempat aku menemukan rahasia kedua. Mak Lela telah berganti pakaian menggunakan celana kulot krem dan polo shirt berhias bordir . Aku tidak banyak perhatian langsung pada kulot karena polo shirtnya cukup ketat memamerkan sepasang payudara indah! Setidaknya berukuran 36, bulat dan penuh dan jauh lebih besar daripada milik anak-anaknya yang tiga orang perempuan semua itu.
Desakan di celana mulai lagi ketika aku melihatnya bergerak di dapur. Aku harus berhati-hati menyembunyikan tonjolan penis ini. Kami lantas mulai menyiapkan makanan dan aku tidak bisa apa-apa kecuali mengawasi goyangan buah dada setiap kali ia memotong sayuran. Namun gairah birahiku kian memuncak ketika pikiranku melayang kembali ke paha dan kaki yang terlihat beberapa saat sebelumnya. Aku berjalan ke tempat cuci piring untuk memeriksa apakah aliran airnya lancar. Saat aku menoleh bagian bawah aku agak terkesiap melihat bokongnya. Maksudku, itu tidak sebagus punya Nana, dan menunjukkan tanda-tanda setengah baya sedikit melebar, tapi tampak montok, bulat dan seksi. Dengan mudah aku membayangkan tanganku meremasnya! Aku belum bisa percaya tergetar oleh Mak Lela, tanpa dia ketahui! Kami selesaikan sajian makan malam itu berdua: aku berusaha menyembunyikan penis keras, sementara Mak Lela tidak mampu mengalihkan mataku jauh dari gundukan yang merangsang! Pak Hasan segera bergabung dan kami cepat selesai memasak dan beralih di meja makan. Aku tidak bisa mengambil risiko ketahuan, jadi mataku terus di piringku sementara kami bertiga mengobrol ringan. Aku selesai pertama dan bilang kecapekan serta berniat mandi langsung menuju tempat tidur.
Ketika aku membuka pakaian di kamar mandi, gambaran tubuh Mak Lela memenuhi kepalaku. Penisku tegang setegang-tegangnya dan berdenyut saat aku menyabuninya. Pada gosokan kesekian pikiranku kembali membayangkan halus paha dan kaki Mak Lela, hingga aku meledak dalam getar orgasme luar biasa! Aku harus bersandar ke dinding ketika air maniku menyembur. Setelah itu aku cepat-cepat menyelesaikan mandi dan pergi tidur. Beberapa kali aku terbangun dan membayangkan mengisap payudaranya, membelai pahanya, mencengkeram bokongnya. Ketika aku melihat ke bawah batang di selengkanganku mengeras. Tak tahan, kembali aku beronani, kali ini di tempat tidur.
Aku tertidur kembali dan ketika aku terbangun sebelah kamarku sudah dibanjiri cahaya dan jam kesukaan aku menunjukkan pukul 10 kurang sedikit. Aku duduk, perasaan seperti aku baru saja pergi tidur, dan teringat telah menghabiskan malam dalam gairah memuncak sehingga basah celana dalamku. Aku terhuyung-huyung ke kamar mandi. Bagaimanapun, Mak Lela tampaknya belum menyadari birahiku. Usai mandi, aku mengeringkan diri dan dengan penuh semangat bersiap-siap untuk kembali ke RS untuk melihat Nana. Aku mencium aroma kopi yang sedang diseduh di dapur dan mendatanginya. Mak Lela memanggilku dari ruang makan “Kamal, ya?” (Dia selalu memanggil aku Kamal, begitu tepat)
“Ya”, jawabku.
“Oh, bagus, dia berkata, Aku sedang menunggumu bangun. Bapak telah pergi keluar untuk sedikit untuk mencari beberapa buku TTS. Ia harus segera kembali dan kemudian kita akan pergi melihat Nana”
Aku bisa mendengar koran berdesir dan berpikir ia telah terjebak dalam hidungnya lagi. Aku memutuskan untuk pergi duduk di ruang tamu dan menangkap berita sebelum pergi. Kita hidup dan ruang makan yang terbuka untuk satu sama lain dan aku sekilas melihat Mak Lela keluar dari sudut mataku, duduk di meja ruang dinning membaca koran Minggu. Ketika aku duduk di kursi aku menyalakan t.v. dan dibalik itu ke salah satu program Minggu pagi. Ketika aku menghirup kopiku Aku melirik Mak Lela, masih terpesona dalam membaca. aku agak terkejut melihat bahwa ia masih mengenakan gaun tidur sutra putih. Mak Lela tua koq, pikirku, sampai aku membiarkan mataku melayang ke bawah. Dia telah menyilangkan kaki dan memperlihatkan sedikit bagian atas lututnya. Penisku mulai bergerak saat aku menatap kaki Mak Lela. Semua membuat aku tegang dan aku hanya duduk minum kopi sambil menatap kaki! Akhirnya aku memaksa bangun dan pergi dari dapur untuk meletakkan cangkir ke dalam bak cuci. Tepat ketika aku hendak pergi, Mak Lela berjalan dalam membawa piringnya ke tempat cuci piring.
Dia tersenyum sopan, dan bertanya “Apa mau berangkat sekarang?”
“Eh, … Ya”, kataku, agak malu karena aku baru saja mengintipnya.
“Iya deh”, dia berkata, “Mak dan Bapak akan segera menyusul” dan memutar keran air untuk mencuci piring.
Aku hampir sampai ke pintu ketika ia memanggil namaku
“Kamal, di mana Nana menyimpan sabun?”
“Eh”, pikirku sambil berjalan kembali ke dapur, “Apakah Mak lihat di bawah bak cuci piring?”
Ketika aku masuk, aku melihat Mak Lela, satu tangan di bak cuci piring yang lain di pintu, agak sedikit membungkuk melihat ke kolong. Saat aku semakin dekat aku melihat bahwa dalam posisinya sekarang bagian depan bajunya memperlihatkan puncak-puncak payudaranya. Tampak seolah-olah buah dada itu seperti memberontak keluar dari kurungan. Payudaranya memang agak kendur, tapi ketika kondisiku sekian lama libur birahi, keduanya tampak sangat merangsang! Aku juga bisa melihat tonjolan putingnya dari baju Mak Lela. Penisku langsung keras saat aku melawan dorongan untuk mendekatkan wajahku di antara payudaranya!
Mak Lela menyadarkan aku ketika mengatakan “Nggak ada tuh Mal” Aku segera mendekat untuk mencari sabun cuci piring. Beruntung aku menemukannya dan kami berdua berdiri lurus ke atas dengan Mak Lela melanjutkan mencuci, benar-benar tidak menyadari apa yang baru saja terjadi.
Kunjungan dengan Nana dan bayi berjalan dengan baik dan orangtuanya bergabung dengan kami setelah beberapa saat. Aku mengepalkan mata Mak Lela meskipun sendiri, merasa beberapa gejolak di selangkanganku saat ia melangkah masuk.
Mertuaku pulang lebih dulu, sementara tidak terlalu terburu-buru. Ketika aku rasa kunjunganku cukup aku memutuskan pulang untuk makan malam. Aku mencium Nana dan bayi dan segera pulang dan tidur. Sebenarnya aku memikirikan untuk mencoba siapa tahu Mak Lela dapat melepaskan birahiku yang memuncak.
Keesokan harinya, bangun tidur aku segera mandi pagi. Selanjutnya aku mengenakan celana pendek dan t-shirt berjalan ke dapur. Aku teringat Pak Hasan mertua laki-lakiku biasa jalan pagi-pagi dan pulang siang hari. Mungkin di rumah tinggal aku dengan ibu mertua. Lantas aku berjalan ke dapur untuk menemukannya bersandar di tengah ruang sambil membaca koran pagi.
“Mak Lela sudah sarapan?” kataku sambil menatapnya.
“Belum. Mak nunggu Kamal. Bapak sudah jalan tuh Mal,” katanya sambil bergerak ke meja makan.
Aku menatapnya. Dia menunduk. Kami pun mulai menyantap nasi goreng sarapan yang sudah Mak Lela buat sebelumnya
“Aku bilang sama Nana Mak Lela dan Bapak itu sangat cocok. Jadi awet muda semuanya,” kataku mebuka obrolan dengan hati-hati.
“Yah, kami mencoba untuk menjaga kesehatan. Masa sih awet muda? Itu sih supaya mertua senang,” katanya sambil tersenyum.
“Tapi tetap saja, Mak Lela memang masih cantik,” jawabku.
“Jika kamu mencoba merayu aku Kamal, berhenti deh,” dia sedikit tertawa.
Aku merasa penisku kesukaran di celana. Aku melihatnya bergerak menuju dapur dan takjub betapa aku mendambakan wanita ini, seseorang yang tak berarti apa-apa bagiku beberapa hari lalu. Dia bersandar pada tengah meja dan membaca koran, sementara dia makan. Aku berdiri di sisi berlawanan, seperti bersandar ke sisi meja.
Aku mengamati sejenak dan kemudian berkata “Mak tahu nggak, Mak akan membuat setiap laki-laki bangga menggandeng Mak.” Dia mendongak dan menatapku sejenak, lalu menyeka mulutnya dengan serbet. “Eh …. terima kasih, itu kata-kata yang menyenangkan,” katanya malu-malu. Dia bingung oleh komentar tak terduga dan gugup menghirup teh. Aku terus memandangnya. “Aku bukan pura-pura, sungguh koq Mak,” jawab aku sangat tenang. Dia hanya terus menatapku, mencoba untuk memikirkan bayangan. “Kayaknya, kamu sedang gombal Kamal,” katanya sambil tersenyum. “Masa sih? Nggak mungkin Mak belum pernah mendengar orang lain memuji kecantikan Mak,” kataku sambil meletakkan kedua tangan di meja dan bersandar sedikit ke depan.
Dia tampak terkejut dan aku bisa tahu dari caranya memandang aku bahwa dia takut dia telah menyakiti perasaan aku. “Bukan begitu, hanya saja aku tidak mendengar banyak dari laki-laki, bahkan dari Bapak,” katanya. Aku santai membungkuk sedikit lebih jauh, menempatkan tanganku di atas meja. “Koq Bapak begitu?” kataku. “Yah, kamu tahu, ketika telah lama menikah yang begitu sudah jarang terdengar,” jawabnya. Aku menatap dalam di matanya dan berkata “Ya biar saja aku yang memuji Mak sepenuh hati. ” “Mak rasa memang Kamal memuji sungguhan,” katanya ketika mencari sesuatu di mataku.
Aku membungkuk sedikit lagi sampai kami terpisah beberapa inci saja. “Dekat dengan perempuan seperti Mak seharusnya membuat betah lama-lama ngobrol. Aku betah lama-lama dekat Mak,” kataku sangat lembut, menatap ke matanya. Dia hanya menatap kembali, alis berkerut, seolah-olah ia sedang mencoba memahami apa yang aku katakan. “Mak harus bilang apa ya?” jawabnya. “Mak nggak perlu bilang apa-apa,” aku memotong. Aku bergeser lagi hingga hidung kami hampir bersentuhan dan berbisik padanya “Lebih baik tidak usah bicara.”
Mata miliknya bergeser turun ke mulutku dan dengan kening berkerut memerhatikan saat aku perlahan mendekatkan dua bibir kami. Rasanya seperti itu lama sekali ketika bibirku semakin dekat dengan wajahnya, sampai aku merasa menyentuh dan kemudian merapat ringan lembut, ciuman yang menakjubkan!!
Matanya tertuju pada aku dan menunjukkan keheranan, namun ia membeku di tempat ketika aku menciumnya. Aku tahu aku tidak bisa memainkan tanganku berlebih-lebihan dulu dan aku pikir lebih baik mundur sejenak dan melihat reaksinya. Aku perlahan-lahan mundur dan merasakan bibir kami terpisah secara perlahan, sambil menjaga mataku pada bibirnya. “Kenapa Kamal cium Mak? tanyanya tak percaya, suaranya tepat di atas bisikan.
“Nggak tahu Mak,” aku berbohong, “Aku tidak bisa menahan diri.”
Matanya berlari dari mulut ke dua mata dan kembali lagi seolah-olah ia sedang mencari penjelasan yang masuk akal. Kami berdiri di sana untuk beberapa saat, hanya memandangi satu sama lain. Dia menunduk dan berkata “Yah … Kamal tidak seharusnya begitu…. Ini … tidak … benar!” Aku mengamati sejenak dan berkata “Aku kira … eh … eh aku nggak sadar. Mak begitu cantik, sampai aku tidak bisa menahan diri” Dia menatapku dengan ekspresi kosong di wajahnya. Aku membungkuk lagi dan menutup kesenjangan antara kami. “Seperti sekarang,” kataku
Dia tetap fokus pada bibirku ketika memusatkan perhatian pada bibirnya, menyekanya ringan dan kemudian melekat lembut. Bibirnya lembut dan hangat menyentuh ketika aku menekan lembut. Matanya menatap aku dan bergetar saat dia mengeluarkan desahan kecil. Aku melanjutkan ciuman ketika penisku meluncur di celana, menekan meja, dan aku merasa sulit untuk mengendalikan napas. Nafsu aku semakin naik ketika menekan bibirku sedikit lebih tegas ke bibir Mak Lela.
Dia mengeluarkan suara dengusan dan mencoba menghindari ciuman dengan meletakkan tangannya ke dadaku dan mengerahkan sedikit tekanan, tetapi tidak benar-benar cukup untuk mendorongku. Aku tidak ingin merusak saat ini dengan menjadi terlalu agresif, jadi aku teruskan ciuman lembut dan tidak bergerak, hanya bersentuhan merasakan nyaman di bibirku.
Aku melihat matanya ketika mendelik lagi dan dia mengeluarkan gumaman lembut, “uhhmm.” Kelopak matanya seolah-olah berjuang untuk tetap terbuka, tapi perlahan-lahan kalah dalam pertempuran ketika akhirnya terpejam. Aku merasakan bibirnya melunak sedikit di bawahku sehingga aku memiringkan kepala dan bibir aku tenggelam sedikit lebih ke dalam miliknya, tetapi dia masih berdiri diam. Aku ingin menjelajahi mulutnya, tapi berperang melawan dorongan dan hanya membiarkan bibirku menyentuh miliknya. Kepalaku mulai bergerak perlahan-lahan naik-turun, bibirku membelai miliknya.
Alis Mak Lela terangkat saat ia mengembuskan napas pelan lagi, “uhhm”, membiarkan otot-otot lehernya untuk bersantai, menyebabkan kepalanya bergerak seirama dengan aku, menyerah sepenuhnya untuk berciuman denganku!
Ciuman itu tidak berat sama sekali, namun itu adalah ciuman paling bernafsu dalam hidupku! Ruangan itu hening kecuali suara yang lembut bibir kami yang beradu. Dorongan libidoku naik dan penisku berdenyut kencang. Aku merasa sangat ingin mendekapnya dan menekan tubuhnya ke dekatku, tetapi ada penghalang di antara kami. Ciuman berlanjut, hampir dalam gerakan lambat, kepala kami perlahan bergerak naik dan turun bersama-sama ketika lembut bibir kami menyentuh satu sama lain.
Hampir pada saat yang sama kita berhenti bergerak dan perlahan-lahan menarik kembali, bibir kami masih melekat sejenak sampai terpisah secara bertahap. Aku hanya mundur untuk fokus pada reaksi. Mata Mak Lela masih terpejam dan ia bernapas sangat pendak, napas cepat melalui bibir sedikit terbuka. Aku mabuk oleh ciuman itu sambil mengangkat kelopak matanya dalam kabut murung, dan terfokus pada mulutku, tampak seperti ia mencoba datang untuk menerima apa yang baru saja terjadi. Aku memandang ke arahnya dan mendapati diriku menatap bibir berkilaunya.
“Tuhan, bibir itu!” aku menjerit dalam hati, “Aku harus merasakannya lagi!”
Aku khawatir dia akan tersadar dan menampar aku, tapi rasanya aku sudah telah tergila-gila pada mertuaku ini! Aku perlahan maju lagi, menatapnya bereaksi. Rupanya Mak Lela terus menatap bibirku yang semakin dekat dengan wajahnya. Kemudian, aku terkejut, matanya menyipit dan ia mengangkat kepala sedikit dan memiringkan kepalanya untuk menyelaraskan bibirnya dengan bibirku, menunggu! Aku ragu-ragu sejenak, bibir kami yang masih terbuka saling menanti, dan, ketika aku melanjutkan gerakan ke arahnya, dia bergerak maju untuk melekatkan bibirku dengan bibirnya dalam kehangatan ciuman perselingkuhan! Bertemunya bibir kami, entah bagaimana, menyebabkan kami berdua mengeluarkan erangan lembut, “uhh hmm.”
Kali ini kami bergerak bersama-sama, bibir kami melekat perlahan, kepala kami pun bergerak perlahan ke atas dan ke bawah, menyentuh bibir kami masing-masing secara bersama. Kelembutan ciuman itu membuat birahiku menggelegak dan pada saat yang sama aku menyadari betapa inginnya aku menyetubuhinya.
Penisku berdenyut seperti memberontak di celana ketika kami melanjutkan, kepala kami terombang-ambing, menekan bibir lebih kencang bersama, namun mempertahankan kelembutannya. Rasaan luar biasa! Setelah beberapa saat ia berhenti, meletakkan tangannya di dadaku dan perlahan-lahan menarik kembali, mundur perlahan-lahan dan memishkan bibir kami. Mata Mak Lela perlahan terbuka dan ia menatapku, sambil menghela napas.
“Berhenti .. Kamal, ini … ini sangat salah! Kita tidak bisa …. … membiarkan ini terus!” dia mengerang. Dia tampak bingung ketika ia berdiri tegak, matanya tertunduk. “Aku.. . .. tidak tahu bagaimana .. ini terjadi, tetapi kita harus berhenti!” dia mulai menangis. Aku menatapnya, mencoba memikirkan kata-kata yang bisa membuatnya tenang sehingga aku bisa terus melanjutkan . “Mak Lela … um … aku nggak bisa jelasin,” kataku. Dia memandang mataku, dan berkata “Mak tidak menyalahkan kamu sepenuhnya, Kamal.”
Dia menunduk lagi dan berkata “Maksud aku … pertama sih mungkin tidak apa-apa, spontan. Tapi yang kedua kedua kalinya … Mak seharusnya mencegah Kamal …. tapi … Mak. membiarkannya terus …. Mak menyerah! Mak juga nggak tahu kenapa begitu! Waktu Kamal mencoba … lagi … mak seharusnya sudah menguasai diri, tetapi … Mak bukan berhenti malah membiarkan itu terjadi .. Ya tuhan, Mak juga membiarkan kamu. Gimana Mak bisa menghadapi Bapak dan Nana setelah ini? “
Aku berdiri sambil berpikir dan kemudian mulai bergerak ke sisi , tapi tiba-tiba ia mendongak dengan ekspresi kaget dan mulai bergerak kembali. Aku berhenti dan bersandar di ujung pulau dan dia berhenti di sepanjang sisi. Dia cukup dekat sehingga aku bisa meraih dan menyentuhnya, namun cukup jauh, sehingga ia merasa nyaman.
“Mak Lela … aku tidak akan khawatir tentang Bapak dan Nana, mereka tidak pernah perlu tahu. Hanya saja sesuatu yang terjadi dan dapat tetap bersama kita” kataku dalam upaya untuk alasan dengannya. Tuhan, Nana tidak boleh pernah tahu tentang ini! Dia tidak menatapku, tapi berkata “Oh, Kamal … Mak berharap bisa menjelaskan pada diri sendiri bagaimana hal ini terjadi! Tidak ada yang seperti ini, belum pernah terjadi padaku ….. Mak cuma ….”
“Mak Lela, aku yang bersalah,” kataku. “Aku terhanyut. dan tidak bisa benar-benar menjelaskan Mak. Aku melihat betapa cantiknya Mak … dan aku. .. tak bisa mengendalikan dorongan untuk mencium Mak! Aku tidak bisa menahan diri! Kemudian setelah aku melakukannya … Aku tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana rasanya.. dan aku terdorong ingin melakukannya lagi! Pengen sekali sehingga aku tidak bisa menahan diri “
Saat aku berbicara ia akan melirik ke arahku, lalu mengalihkan matanya ke bawah, seolah-olah dia malu dengan penjelasan aku. Ia menyela “Yah mungkin begitu, tapi Mak sudah tua dan Mak kan mertuamu. Mak nggak mengerti berciuman sama Kamal sampai tiga kali….!!!” Aku tetap diam beberapa saat, agar berhati-hati menanggapinya. “Satu-satunya penjelasan yang aku miliki, Mak memang membuatku terpesona.” Aku berkata dengan nada tenang. “Ekspresi wajah Mak, saat rambut Mak memantulkan cahaya, ketika bibir Mak menyentuh bibirku … semua itu terlalu banyak. Aku tidak pernah berpikir yang lain …. Aku hanya mengikuti perasaan. Aku sangat menyesal, dan tidak tahu bagaimana Mak bisa memaafkan aku “
Aku bersandar ke dinding, mencoba bermain dengan simpati. Dia menatapku sebentar dan kemudian melangkah ke arahku. “Nah, Kamal, aku kira ada cukup alasan untuk saling menyalahkan. Aku merasa begitu …. kotor!” dia menangis. Aku menyela, “Jangan, itu tidak seperti itu. Ini bukan apa-apa. Aku terpesona oleh Mak sebagai perempuan sangat menarik dan aku tidak bisa ingat kapan terakhir kali aku merasa begitu bermakna dengan kehadiran Mak. ” Matanya melebar ketika ia meresapi apa yang aku katakan. “Oh, Kamal … Mak tidak tahu harus berkata apa. Tidak ada yang pernah mengatakan itu kepada Mak sebelumnya. Mak mau bilang sungguh-sungguh, Mak cuma kaget …” jawabnya.
Aku mengamati wajahnya sejenak untuk membiarkan semua rayuanku mengena. “Aku.. tidak bermaksud membuat Mak canggung atau tidak nyaman dan bukan maksudku mempermalukan diri kita sendiri,….. aku benar-benar tidak bisa menahan diri.” Kataku. Matanya melembut dan ia menjawab “Mak percaya kamu Kamal. Kata-katamu saja yang mengejutkan. Mak tahu sedikit tentang apa yang kamu bicarakan, Mak merasakan juga di ciuman terakhir.” Dia berhenti bicara dan menunduk lagi. Pada saat itu aku pikir aku tidak pernah menginginkan wanita mana pun seperti aku ingin dia. Rasanya seperti seorang sakit yang pergi ke bagian terdalam dari pangkal paha aku.
Aku membungkuk ke arahnya dan berkata “Mak Lela, aku tidak bisa menjelaskannya, tapi aku tidak bisa menahannya.” Aku terus bersandar ke depan, bibirnya dalam jarak jangkauku. Dia tampak diam di tempat, mata melebar menatap aku yang kian dekat. Dalam hening, suara lembut Mak Lela keluar “Jangan Kamal …. jangan …….. ayolah ….”
Dia meletakkan tangannya di dadaku saat menggerakkan kepalanya ke belakang sedikit untuk menjaga agar bibir kami tak bertemu. Aku perlahan-lahan menutup jarak yang tersisa, bibirku mendekat dan lebih dekat dengan wajahnya, sampai aku merasakan sensasi ketika bibirku menyentuh bibirnya dan kemudian diam dalam ciuman lembut sehingga menyebabkan Mak Lela mengeluarkan tertahan “huhmmm”!
Aku menggerakkan kepala sedikit ke atas dan bawah gerak, melumat bibirnya ketika kelopak matanya bergetar dan perkelahian tampak di wajahnya. Aku mundur, bibir kami berpisah pelan-pelan, menunggu sejenak dan kemudian mendekat dengan bibir terbuka untuk mempertemukan miliknya dengan aku. Aku membelai lembut bibirnya saat ia mengeluarkan erangan lembut lain dan aku merasa ketegangan di wajahnya luruh ketika tekanan tangannya di dadaku melemah.
Aku mundur sekali lagi, sampai kami terpisah beberapa inci dan terfokus dalam di wajahnya. Dia memandangku terselubung di bawah kelopak mata, napasnya pendek dan cepat, bibirnya terbuka dan basah. Aku mulai membungkuk ke depan lagi, menjaga mataku pada bibirnya saat ia terus-menerus melirik dari mataku ke mulutku dan kembali lagi.
Ketika jarak kami hanya beberapa inci, Mak Lela menatap lurus pada bibirku dan mengerang pelan “Oh, Kamal!!”. Dia memiringkan kepalanya dan mulai menyamakan geraknya dengan bibir terbuka. Bersama-sama kami menutup kesenjangan , dan kemudian masing-masing bibir menyentuh lembut dalam ciuman bergelora, ciuman penuh birahi!! Kami bertahan sesaat, merasakan ciuman yang menghalangi kami untuk bernafas dan bergerak! Lalu perlahan kami mulai menggoyangkan kepala, melumat bibir terbuka bersama-sama, mengirimkan bunga-bunga api di antara kami ketika kami menekan mulut kita lebih tegas bersama-sama. Aku mengulurkan tangan dan meletakkan tangan di pinggang, menelusurinya naik dan turun di sisi dan kemudian secara bertahap menariknya ke arahku. Mak Lela tidak menunjukkan perlawanan, ketika ia tampak melayang melintasi jarak yang memisahkan kami hingga aku bisa merasakan payudaranya yang besar dan tangannya melekat di dadaku. Aku pindah tangan ke depan baju tidurnya, kemudian menyelipkan kedua tangan ke pinggangnya.
Aku lembut menariknya ke arahku, payudaranya menekan ke dadaku. Ketika kami melanjutkan ciuman, kepala kami bergerak-gerak dalam tarian yang lambat penuh nafsu, aku merasa pelukan melingkar Mak Lela perlahan-lahan mendaki dada dan bahuku sampai terbungkus erat di leherku. Tubuh kami saling menekan. Payudaranya semakin merapat ke dadaku, sementara selangkangan kami bersama-sama menekan. Saat panas ciuman kami mulai naik, Mak Lela mengeluarkan jeritan tertahan dan bibir kami membuka satu sama lain dalam gelora tak terkendali.
Kepala kami lantas bergerak liar, seolah-olah kami sedang mencari cara bagaimana agar mulut kami kian rapat. Tanganku naik- turun ke punggung Mak Lela, menyentuh semua lengkungan yang pernah kubayangkan. Tanpa melepas ciuman, dalam satu gerakan aku menarik tangannya ke bawah dan menarik baju dari bahunya dan membiarkannya jatuh ke lantai. Ia segera memeluk kembali leherku saat aku rapatkan tubuhnya kembali! Aku bisa merasakan putingnya mengeras menusuk ke dadaku ketika tanganku melanjutkan penjelajahan tubuhnya. Aku sudah sangat bernafsu ketika bibir kami terus beradu bersama-sama, kami berdua saling mengerang di mulut! Aku menggapai ke bawah dengan kedua tangan, memegang ujung baju tidurnya, dan menariknya sampai menutupi pinggang. Tanganku balas ke bawah, memegang kedua pipi pantat tertutup sutra, dan menariknya erat-erat pangkal paha aku.
“Uhhmmm !!!!” dia mengerang, tapi tidak melepas ciuman! Aku harus menyetubuhinya sekarang di mana saja! Aku segera meletakkan lenganku di bawah pahanya dan mengangkat tubuhnya ke pelukanku, cepat berjalan menyusuri lorong ke kamarku dan dengan lembut duduk di atas ranjang. Dia tampak sangat kusut, kedua matanya berkaca-kaca, mulutnya merah dan basah.Begitulah cerita hubungan ngentot antara aku dengan Mak Lela.